Nabi Musa dan Qarun si Kaya Raya

Qarun adalah nama seorang daripada kaum Nabi Musa dan keluarganya yang dekat. Ia dikaruniai Allah kelapangan rezeki dan kekayaan harta benda yang besar yang tidak ternilai bilangannya. IA hidup mewah, selalu mujur dalam usahanya mengumpulkan kekayaan, sehingga menjadi padatlah khazanahnya dengan harta benda dan benda-2 yang sangat berharga. Sampai-2 para juru kuncinya tidak berdaya membawa atau memikul kunci-2 peti khazanahnya karena sgt byk dan beratnya. Ia hidup secara mewah dan menonjol di antara kaum dan penduduk kotanya. Segala-galanya adlah luar biasa dan lain drp yang lain. Gedung-2 tempat tinggalnya, pakaiannya sehari-hari, pelayan-2nya dan hamba-2 sahayanya yang bilangannya melebihi keperluan. Dan walaupun ia tenggelam dalam lautan kenikmatan duniawi yang tiada taranya pada masa itu, ia merasa masih belum puas dengan tingkat kekayaan yang ia miliki dan terus berusaha mengisi khazanahnya yang sudah padat itu, sifat mausia yang serakah yang tidak akan pernah puas dengan apa yang sudah dicapai. Jika ia sudah memiliki segantang emas ia ingin memperolehi segantang yang kedua dan demikian seterusnya.

Sebagaimana halnya dengan kebanyakan orang-orang kaya yang telah dimabukkan oleh harta bendanya maka Qarun tidak merasa sedikit pun bahwa dia mempunyai kewajiban sosial dengan harta kekayaannya itu. Ia dalam hidupnya hanya memikirkan kesenangan dan kesejahteraan pribadinya, memikirkan bagaimana ia dapat menambahkan kekayaannya yang sudah melimpah-limpah itu. Ia telah dinasihati oleh pemuka-2 kaumnya agar ia menyediakan sebahagian daripada kekayaannya bagi menolong para fakir miskin, menolong orang-orang yang telanjang yang tidak berpakaian dan lapar tidak dapat makanan. Ia diperingatkan bahwa kekayaan yang ia perolehi itu adalah karuniaan dari Tuhan yang harus disyukuri dengan beramal kebajikan terhadap sesama manusia dan melakukan perbuatan-2 yang dapat meringankan penderitaan orang-orang yang ditimpa musibah atau menderita cacat. Diperingatkan bahwa Allah yang telah memberinya rezeki yang luas itu dapat sewaktu-waktu mencabutnya bila ia melalaikan kewajiban sosialnya.

Nasihat yang baik dan peringatan yang jujur yang dikemukakan oleh pemuka-pemuka kaumnya itu tidak diindahkan oleh Qarun dan tidak mendapat tempat didalam hatinya.Ia bahkan merasa bahwa karena kekayaannya ialah yang harus memberi nasihat dan bukan menerima nasihat. Orang harus tunduk kepadanya, mematuhi perintahnya, mengiakan kata-katanya dan membenarkan segala tindak tanduknya. IA menyombongkan diri dengan mengatakan kepada orang-orang yang memberikan nasihat itu bahwa kekayaan yang ia miliki adalah semata-mata hasil jerih payahnya dan hasil kecekapan dan kepandaiannya berusaha dan bukan merupakan karunia atau pemberian dari sesiapa pun. Karenanya ia bebas menggunakan harta kekayaannya menurut kehendak hatinya sendiri dan tidak merasa terikat oleh kewajiban sosial berupa pertolongan dan bantuan kepada para fakir miskin dan para penderita yang memerlukan bantuan dan pertolongan.

Sebagai tantangan bagi para orang yang menasihatinya, Qarun makin meningkatkan cara hidup mewahnya dan secara menyolok memamerkan kekayaannya dengan berlebih-lebihan. Bila ia keluar, Ia mengenakan pakaian dan perhiasan yang bergemerlapan, membawa pengantar dan pembantu lebih banyak daripada biasanya dan mengendarai kuda-kuda yang dihiasi dengan indah dan cantik. Kemewahan yang ditonjolkan secara menyolok itu, merasakan iri-hati dikalangan penduduk terutama mereka yang masih lemah imannya. Mereka berbisik-bisik diantara sesama mereka mengeluh dengan berkata: "Mengapa kami tidak diberi rezeki dan kenikmatan seperti yang telah diberikan kepada Qarun? Alangkah mujurnya nasib Qarun dan alangkah bahagianya dia dalam hidupnya di dunia ini! Dan mengapa Tuhan melimpahkan kekayaan yang besar itu kepada Qarun yang tidak mempunyai rasa belas kasihan terhadap orang-orang yang melarat dan sengsara, orang-orang yang fakir dan miskin yang memerlukan pertolongan berupa pakaian maupun makanan. Dimanakah letak keadilan Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih itu?"

Qarun yang tidak mengabaikan anjuran orang, agar ia secara sukarela menyediakan sebahagiaan harta kekayaannya untuk disedekahkan kepada orang-orang yang memerlukannya, melarat dan miskin akhirinya didatangi oleh Nabi Musa menyampaikan kepadanya bahwa Allah telah mewahyukan perinyah berzakat bagi tiap-tiap orang yang kaya dan berada. Diterangkan oleh Musa kepadanya bahwa dalam harta kekayaan tiap ada bahagian yang telah ditentukan oleh Tuhan sebagai hak orang-orang yang melarat dan fakir miskin yang wajib diserahkan kepada mereka.

Qarun merasa jengkel memerima perintah wajib berzakat itu dan menyatakan keraguan dan kesangsian kepada Musa. Ia berkata: "Hai MUsa kami telah membantumu dan menyokongmu dalam dakwahmu kepada agama barumu. Kami telah menuruti segala perintahmu dan mendengarkan segala kata-katamu. Sikap kami yang lunak itu terhadap dirimu telah memberanikan engkau bertindak lebih jauh dari apa yang sepatutnya dan mulailah engkau ingin meraih harta benda kami. Engkau rupanya ingin juga menguasai harta kekayaan kami setelah kami serahkan kepadamu hati dan fikiran kami sebulat-bulatnya. Dengan perintah wajib zakatmu ini engkau telah membuka topengmu dan menunjukkan dustamu dan bahwa engkau hanya seorang pendusta dan ahli sihir belaka."

Tuduhan Qarun yang ingin melepaskan dirinya dari wajib berzakat itu ditolak oleh Nabi Musa yang menegaskan kembali bahwa kewajiban berzakat iut tidak dapat ditawar-tawar dan harus dilaksanakan karena ia adalah perintah Allah yang harus ditaati dan dilaksanakan dengan semestinya.
Quran tidak dapat jalan untuk mengelakkan diri dan kewajiban zakat itu setelah berbantah dan berdebat dengan Musa maka ia menyerah dan ditentukan berapa besar yang harus ia keluarkan zakat harta kekayaannya.

Setelah tiba di rumah dan menghitung-hitung bagian yang harus dizakatkan dari harta miliknya Qarun merasa terlampau besar yang harus dizakatkan dan merasa sayang bahwa ia harus mengeluarkan dari khazanahnya sejumlah wang tanpa meperolehi imbalan sesuatu keuntungan dan laba. Fikir punya fikir dan timbang punya timbang akhirnya Qarun mengambil keputusan untuk tidak akan mengeluarkan zakat walau apapun yang akan terjadi akibat tindakannya itu.
Untuk menguatkan aksi pemboikotannya terhadap kewajiban mengeluarkan zakat, Qarun menyebarkan fitnah kepada Nabi Musa dengan maksud menarik orang agar menjadikan penunjang aksinya dan mengikutinya menolak menolak kewajiban mengeluarkan zakat sebagaimana diperintahkan oleh Nabi Musa. Ia menyebarkan fitnah seolah-olah Nabi Musa dengan dakwahnya dan penyiaran agama barunya bertujuan ingin memperkayakan diri dan bahwa perintah zakatnya itu adalah merupakan cara perampasan yang halus terhadap milik-milik para pengikutnya.

Lebih jahat lagi untuk menjatuhkan Nabi Musa dan kewibawaannya, Qarun bersekongkol dengan seorang wanita yang diajarinya agar mengaku didepan umum bahwa ia telah melakukan perbuatan zina dengan Musa. Akan tetapi Allah tidak rela nama Rasul-Nya tercemar oleh tuduhan palsu yang diaturkan oleh Qarun itu. Maka digerakkanlah hati wanita sewaannya itu untuk mengatakan keadaan yang sebenarnya dan bahwa apa yang ia tuduhkan kepada Nabi Musa adalah fitnahan dan ajaran Qarun semata-mata dan bahawasannya Musa adalah bersih dari perbuatan yang dituduh itu.

Setelah ternyata bagi Nabi Musa bahwa Qarun tidak beriktikad baik dan bahwa ia tidak dapat diharap menjadi pengikut yang soleh yang mematuhi perintah-2 Allah terutama perintah wajib zakat bahkan ia dapat merusakkan akhlak dan iman para pengikut Musa dengan sikap dan cara hidupnya yang berlebih-lebihan mewahnya, ditambahkan pula usahanya yang tidak henti-2 merusakkan kewibawaan Nabi Musa dengan melontarkan fitnahan dan berbagai hasutan maka habislah kesabaran Nabi Musa, lalu berdoa ia kepada Allah agar menurunkan azab-Nya atas diri Qarun yang sombong dan congkak itu, agar menjadi pengajaran dan ibrah bagi kaumnya yang sudah mulai goyah imannya melihat kenikmatan yang berlimpah-limpah yang telah Allah karuniakan kepada Qarun yang membangkang itu.

Maka dengan izin Allah yang telah memperkenankan doa Nabi Musa terjadilah tanah runtuh yang dahsyat di atas mana terletak bangunan gedung-gedung yang mewah tempat tinggal Qarun dan tempat penimbunan kekayaannya. Terbenamlah seketika itu Qarun hidup-hidup berserta semua milik kekayaan yang menjadi kebaggaannya.
Peristiwa yang menimpa Qarun dan harta kekayaannya itu menjadi ibrah bagi pengikut-2 Nabi Musa serta obat rohani bagi mereka yang beriri hati dan mendambakan kenikmatan dan kemewahan hidup sebagaimana yang telah dialami oleh Qarun. Mereka berkata seraya bersyukur kepada Allah: "Sekiranya Allah telah melimpahkan rahmat dan kurnia-Nya, niscaya kami dibenamkan pula seperti Qarun yang selalu kami inginkan kedudukan duniawinya. Sesungguhnya kami telah tersesat ketika kami beriri hati dan mendambakan kekayaannya yang membawa binasa baginya. Aduhai benar-2 tidaklah beruntung orang-orang yang mengingkari nikmat Allah."

Isi cerita tersebut di atas dapat dibaca dalam surah "Qashash" ayat 76 sehingga 82 dan surah "Al-Ahzaab" ayat 69 sebagaimana berikut :~

"76~Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa maka ia berlaku aniaya terhadap mereka dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-nya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-2. {Ingatlah{ ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri." 77~ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan kepada mu {kebahagiaan} negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari {kenikmatan} duniawi dan berbuat baiklah {kepada orang lain} sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakkan di {muka} bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakkan. 78~ Qarun berkata: "Sesungguhnya aku diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku." Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasannya Allah sungguh telah membinasakan umat-2 sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu tentang dosa-dosa mereka. 79~ Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dengan kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: " Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun , sesungguhnya ia benar-benar mempunyai peruntungan yang besar." 80~ Berkatalah orang-orang yang telah dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal soleh dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar." 81~ Maka Kami benamkan Qarun berserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang {yang dapat} membela {dirinya}. 82~ Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu berkata: "aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya. Kalau Allah tidak melimpahkan kurnia-Nya atas kita benar-benar Dia {Allah} telah membenamkan kita {pula}. Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari {nikmat} Allah." { Al-Qashash : 76 ~ 82 }

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah." { Al-Ahzaab : 69 }

Nabi Musa dan Al-Khidhir

Pada suatu ketika berpidatolah Nabi Musa di depan kaumnya Bani Isra'il. Ia berdakwah kepada mereka, memberi nasihat dengan mengingatkan kepada mereka akan kurnia dan nikmat Allah yang telah dicurahkan kepada mereka yang sepatutnya diimbangi dengan syukur dan pelaksanaan ibadah yang tulus, melakukan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya. Kepada mereka yang beriman, bertaat dan bertakwa, Nabi Musa menjanjikan pahala syurga dan bagi mereka yang mengingkari nikmat Allah diancam dengan siksa api neraka.

Begitu Nabi Musa mengakhiri pidatonya bangunlah di antara para hadiri bertanya kepadanya: "Wahai Musa, siapakah di atas bumi Allah ini paling pandai dan paling berpengetahuan?" "Aku", jawab Musa. Apakah tidak ada kiranya orang yang lebih pandai dan lebih berpengetahuan daripadamu?" Tanya lagi si penanya itu. "Tidak ada" , ujar Musa seraya berkata dalam hati kecilnya: " Bukankah aku Nabi terbesar di antara Bani Isra'il? Aku adalah penakluk Fir'aun, pemegang berbagai mukjizat, yang telah dapat membelah laut dengan tongkatku dan akulah yang memperoleh kesempatan bercakap-cakap langsung dengan Tuhan. Maka kemuliaan apa lagi yang dapat melebihi kemuliaan serta kebesaran yang aku capai itu, yang belum pernah dialami dan dicapai oleh sesiapa pun sebelum aku."

Rasa sombong dan keunggulan diri yang tercermin dalam kata-kata Nabi Musa, dicela oleh Allah yang memperingatkan kepadanya bahwa ilmu itu adalah lebih luas untuk dimiliki oleh seseorang walaupun ia adalah seorang rasul dan bahwa bagaimana luasnya ilmu dan pengetahuan seseorang, niscaya akan terdapat orang lain yang lebih pandai dan lebih alim daripadanya. Selanjutnya untuk melanjutkan kekurangan yang ada pada diri Nabi Musa Allah memerintahkan kepadanya agar menemui seorang hamba-Nya di suatu tempat di mana dua lautan bertemu. Hamba yang shaleh yang telah diberinya rahmat dan ilmu oleh Allah itu akan memberi tambahan pengetahuan dan ilmu kepada Nabi Musa sehingga dapat menjadikan sadar bahwa tiada manusia yang dapat membanggakan diri dengan mengatakan bahwa akulah orang yang terpandai dan berpengetahuan luas di atas bumi ini.

Berkata Musa kepada Tuhan: "Wahai Tuhanku, aku akan pergi mencari hamba-Mu yang shaleh itu, bagi memperolehi bunga api ilmunya dan mendapat titisan air pengetahuan dan ilham yang Engkau telah berikan kepadanya."
Allah berfirman kepada Musa: "Bawalah seekor ikan didalam sebuah keranjang dalam perjalananmu mencari dia dan ketahuilah bahwa di tempat di mana engkau akan kehilangan ikan di dalam keranjang itu, di situ engkau akan menemui hamba-Ku yang shaleh itu." Nabi Musa menyiapkan diri untuk perjalanan yang jauh, didampingi oleh "Yusya' bin Nun" seorang daripada para pengikutnya yang setia. Ia membawa bekal makanan dan minuman di antaranya sebuah keranjang yang terisi seekor ikan sesuai dengan petunjuk Allah. Ia berkeras hati tidak akan kembali sebelum ia dapat menemui hamba yang soleh itu walaupun ia harus melakukan perjalanan yang berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun bila perlu. Ia berpesan kepada teman sepejalanannya Yusya' bin Nun agar segera memberitahu kepadanya bilamana ikan yang di dalam keranjang yang dibawanya itu hilang.

Tatkala Nabi Musa beserta Yusya' bin Nun sampai di mana dua lautan bertemu yang telah diisyaratkan dalam firman Allah kepadanya, tertidurlah ia di atas sebuah batu yang besar yang berada di tepi lautan. Pada saat ia lagi tidur nyenyak, turunlah hujan rintik-rintik, membasahi seekor di dalam keranjang itu dan tanpa mereka ketahui melompatlah ikan tersebut itu masuk ke dalam laut.
Setelah Musa terjaga dari tidurnya, bangunlah mereka meneruskan perjalanan yang tidak menentu arah mahupun tujuan. Dan dalam perjalanan yang sudah agak jauh, berhentilah Musa beristirehat sekadar untuk menghilangkan rasa penatnya seraya meminta dari Yusya bin Nun agar menyiapkan santapannya karena ia sudah sangat lapar. Ketika Yusya bin Nun membuka keranjang untuk mengambil makanan teringatlah olehnya akan ikan yang hilang dan melompat ke dalam laut. Maka berkatalah Yusya' kepada Nabi Musa: "Aku telah dilupakan oleh syaitan untuk memberitahu kepadamu segera, bahwa tatkala engkau berada di atas batu karang sedang tidur nyenyak, ikan kami yang berada di dalam keranjang tiba-tiba hidup kembali setelah kejatuhan air hujan dan melompat masuk ke dalam laut. Sepatutnya aku melaporkan kepadamu segera, sesuai dengan pesananmu, namun aku dilupakan oleh syaitan."

Wajah Nabi Musa berseri-seri menjadi kegirangan mendengar berita itu dari Yusya' karena telah dapat mengetahui di mana ia akan dapat bertemu dengan hamba Allah yang dicari itu. Berkata Musa kepada Yusya': "Inilah tempat yang kami tuju dan disini kami akan menemui orang yang kami cari. Marilah kami kembali ke tempat batu karang itu yang menjadi tempat tujuan terakhir dari perjalanan kami yang jauh ini."
Setiba mereka kembali di tempat di mana mereka kehilangan ikan, mereka melihat seorang bertubuh kurus langsing yang pada wajahnya tampak cahaya dan iman serta tanda-tanda orang shaleh. Ia sedang menutpi tubuhnya dan pakaiannya sendiri, yang segera disingkapnya ketika mendengar kata-kata salam Nabi Musa kepadanya.

"Siapakah engkau?" bertanya orang shaleh itu. Musa menjawab: "Aku adalah Musa." Bertanya kembali orang soleh itu: "Musa, nabi Bani Isra'ilkah?"
"Betul", jawab Musa, seraya bertanya: "Dari manakah engkau mengetahui bahwa aku adalah Nabi Bani Isra'il?"
"Dari yang mengutusmu kepadaku", jawab orang shaleh itu. "Inilah hamba Allah yang aku cari", berkata Musa dalam hatinya, seraya mendekatinya dan berkata kepadanya: "Dapatkah engkau memperkenankan aku mengikutimu dan berjalan bersamamu ke mana saja engkau pergi sebagai bayanganmu dan sebagai muridmu? Aku akan mematuhi segala petunjuk dan perintahmu."

Hamba shaleh atau menurut banyak pendapat ahli-ahli tafsir Nabi Al-Khidhir itu menjawab: "Engkau tidak akan sabar dan tidak dapat menahan diri bila engkau mengikutiku dan berjalan bersamaku. Engkau akan mengalami dan melihat hal-hal yang ajaib yang sepintas lalu nampak seakan-akan perbuatan yang salah dan mungkar namun pada hakikatnya adalah perbuatan benar dan wajar dan engkau sebagai manusia tidak akan berdiam diri melihatku melakukan perbuatan dan tingkah laku yang ganjil menurut pandanganmu."

Musa menjawab dengan sikap seorang murid yang ingin belajar dan menambah pengetahuan : "Insya-Allah engkau akan mendapati aku seorang yang sabar yang tidak akan melanggar sesuatu perintah atau petunjuk daripadamu."
Berkata Al-Khidhir kepada Musa: "JIka engkau benar-benar ingin mengikutiku dan berjalan bersamaku maka engkau harus berjanji tidak akan mendahului bertanya tentang sesuatu sebelum aku memberitahukan kepadamu. Engkau harus berjanji bahwa engkau tidak akan menentang segala perbuatan dan tindakan yang aku lakukan dihadapan mu walaupun menurut pandanganmu itu salah dan mungkar. Aku dengan sendirinya memberi alasan dan tafsiran bagi segala tindakan dan perbuatanmu kepadamu kelak pada akhir perjalanan kami berdua."

Dengan diterimanya pesyaratan Nabi Al-Khidhir oleh Musa yang berjanji akan mematuhinya bulat-bulat, maka diajaklah Nabi Musa mengikutinya dalam perjalanan.
Pelanggaran pertama terhadap persyaratan Al-Khidhir terjadi tatkala mereka sampai di tepi pantai, di mana terdapat sebuah perahu sedang berlabuh. Nabi Al-Khidhir meminta pertolongan pemilik perahu itu, agar menghantar mereka di suatu tempat yang di tuju. Dengan senang hati diangkutlah mereka berdua secara percuma tanpa bayaran bahkan dihormati dan diberi layanan yang baik karena dilihatnya oleh pemilik perahu bahwa kedua orang itu memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri yang tidak terdapat pada orang biasa.

Tatkala mereka berada dalam perut perahu yang sedang meluncur dengan lajunya di antara gelombang-gelombang tiba-tiba Musa melihat Al-Khidhir melubangi perahu itu dengan mengambil dua keping kayunya. Perbuatan mana yang dianggap oleh Musa suatu gangguan dan pengrusakan bagi milik seseorang yang telah berbuat baik terhadap mereka.
Musa lupa akan janjinya sendiri dan ditegulah Al-Khidhir dengan berkata: "Engkau telah melakukan perbuatan mungkar dengan merusak dan melubangi perahu ini. Apakah dengan perbuatan kamu ini engkau hendak menenggelamkan perahu ini dengan semua penumpangnya? Tidakkah engkau merasa kasihan kepada pemilik perahu ini yang telah berjasa kepada kami dan menghantarkan kami ke tempat yang kami tuju tanpa membayar sesen pun?"

Berkata Al-Khidhir menjawab teguran Musa: "Bukankah aku telah katakan kepadamu bahwa engkau tidak akan sabar menahan diri melihat tindak-tandukku di dalam perjalanan menyertaiku."
Musa berkata: "Maafkanlah daku. Aku telah lupa akan janjiku sendiri. Janganlah aku dipersalahkan dan dimarahi akan kelupaanku."
Permintaan maaf Musa diterimalah oleh Al-Khidhir dan tibalah mereka berdua di tempat yang dituju di sebuah pantai. Kemudian perjalanan dilanjutkan di darat dan bertemulah mereka dengan seorang anak laki-laki yang sedang bermain-main dengan kawan-kawannya. Tiba-tiba dipanggillah anak itu oleh Al-Khidhir, dibawanya ke tempat yang agak jauh, dibaringkannya dan dibunuhnya seketika itu. Alangkah terperanjatnya Musa melihat tindakan Al-Khidhir yang dengan sewenang-wenangnya telah membunuh seorang anak yang tidak berdosa, seorang yang mungkin sekali dalam fikiran Musa adalah harapan satu-satunya bagi kedua orang tuanya.

Musa sebagai Nabi yang diutus oleh Allah untuk memerangi kemungkaran dan kejahatan tidak dapat berdiam diri melihat Al-Khidhir melakukan pembunuhan yang tiada beralasan itu, maka ditegurlah ia seraya berkata: "Mengapa engkau telah membunuh seorang anak yang tidak berdosa? Sesungguhnya engkau telah melakukan perbuatan yang mungkar dan keji."
Al-Khidhir menjawab dengan sikap dinginnya: "Bukankah aku telah berkata kepadamu, bahwa engkau tidak akan sabar menahan diri berjalan dengan aku?"

Dengan rasa malu mendengar teguran Al-Khidhir itu, berucaplah Musa: "Maafkanlah aku untuk kedua kalinya dan perkenankanlah untuk aku meneruskan perjalanan bersamamu dengan pergertian bahwa bila terjadi lagi perlanggaran dari pihakku untuk kali ketiganya, maka janganlah aku diperbolehkan menyertaimu seterusnya.Sesungguhnya telah cukup engkau memberi uzur dan memberi maaf kepadaku."
Dengan janji terakhir yang diterima oleh Al-Khidhir dari Musa diteruskanlah perjalanan mereka berdua sampai tiba di suatu desa di mana mereka ingin beristirehat untuk menghilangkan lelah dan penat mereka akibat perjalanan jauh yang telah ditempuh. Mereka berusaha untuk mendapat tempat penginapan sementara dan sedikit bahan makanan untuk sekadar mengisi perut kosong mereka, namun tidak seorang pun dari penduduk desa yang memang terkenal bachil {pelit} itu yang mau menolong mereka memberi tempat beristirehat atau sesuap makanan sehingga dengan rasa kecewa mereka segera meninggalkan desa itu.

Dalam perjalanan Musa dan Al-Khidhir hendak keluar dari desa itu mereka melihat dinding salah satu rumah desa itu nyaris roboh. Segera AL-Khidhir menghampiri dinding itu dan ditegakkannya kembali. Dan secara spontan, tanpa disadar, berkata Musa kepada Al-Khidhir: "Hairan bin ajaib, mengapa engkau berbuat kebaikan bagi orang - orang yang jahat dan pelit ini. Mereka telah menolak untuk memberi kepada kami tempat istirehat dan sesuap makanan untuk perut kami yang lapar. Sepatutnya engkau menuntut upah bagi usahamu menegakkan dinding itu, agar dengan upah yang engkau perolehi itu dapat kami menutupi keperluan makan minum kami."

Al-Khidhir menjawab: "Wahai Musa, inilah saat untuk kami berpisah sesuai dengan janjimu yang terakhir. Cukup sudah aku memberimu kesempatan dan uzur. Akan tetapi sebelum kami berpisah , akan aku berikan kepadamu tujuan serta alasan-alasan perbuatan-perbuatanku yang engkau rasakan tidak wajar dan kurang patut."
"Ketahuilah hai Musa", Al-Khidhir melanjutkan uraiannya,"bahwa pengerusakan bahtera yang kami tumpangi itu adalah dimaksudkan untuk menyelamatkannya dari pengambil-alihan oleh seorang raja yang zalim yang sedang mengejar di belakang bahtera itu. Sedang bahtera itu adalah milik orang-orang fakir-miskin yang digunakan sebagai sarana mencari nafkah bagi hidup mereka sehari-hari. Dengan melubangi yang aku lakukan dalam bahtera itu, si raja yang zalim itu akan berfikir dua kali untuk merampas bahtera itu yang dianggapnya rusak dan berlubang itu. Maka perbuatanku yang pada lahirnya adalah pengrusakan milik orang, namun tujuannya ialah menyelamatkannya dari tindakan perampasan sewenang-wenangnya."

"Adapun tentang anak yang aku bunuh itu ialah bertujuan menyelamatkan kedua orang tuanya dari gangguan anak yang durhaka itu. Kedua orang tua anak itu adalah orang-orang yang mukmin, shaleh dan bertakwa yang aku khawatirkan akan menjadi tersesat dan melakukan hal-hal yang buruk karena dorongan anaknya yang durhaka itu. Aku harapkan dengan matinya anak itu Allah akan mengaruniai anak pengganti yang shaleh dan berbakti kepada mereka berdua."
Sedang mengenai dinding rumah yang ku perbaiki dan ku tegakkan kembali itu adalah karena dibawahnya terpendam harta peninggalan milik dua orang anak yatim piatu. Ayah mereka adalah orang yang shaleh ahli ibadah dan Allah menghendaki bahwa warisan yang ditinggalkan untuk kedua anaknya itu sampai ketangan mereka selamat dan utuh bila mereka sudah mencapai dewasanya, sebagai rahmat dari Tuhan serta ganjaran bagi ayah mereka yang shaleh dan bertakwa itu."

"Demikianlah wahai Musa, apa yang ingin engkau ketahui tentang tujuan tindakan-tindakanku yang sepintas lalu engkau anggap buruk dan melanggar hukum. Semuanya itu telah kulakukan bukan atas kehendakku sendiri tetapi atas tuntunan wahyu Allah kepadaku."


Kisah Musa dan Al-Khidir ini dapat dibaca dalam surah "Al-Kahfi" ayat 60 sehingga ayat 82 yang bermaksud :~
"60~ Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun." 61~ Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. 62~ Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini." 63~ Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidaklah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali." 64~ Musa berkata: "Itulah tempat yang kita cari." Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka sendiri. 65~ Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. 66~ Musa berkata Al-Khidhir: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" 67~ Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sesekali kamu tidak akan sanggup sabar bersamaku, 68~ dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" 69~ Musa berkata: "Insya-Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun." 70~ Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu." 71~ Maka berjalanlah keduanya, hingga keduanya menaiki perahu, lalu Al-Khidhir melubanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpamgnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. 72~ Dia {Al-Khidhir} berkata: "Bukankah aku telah katakan: "Sesungguhnya kamu sesekali tidak akan sabar bersama dengan aku." 73~ Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku," 74~ Maka berjalanlah keduanya hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang pemuda maka Al-Khidhir membunuhnya. Musa berkata : "Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar." 75~ Al-Khidhir berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?" 76~ MUsa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah {kali ini} maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku." 77~ Maka keduanya berjalan hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka kemudian keduanya dapati dalam negeri itu ada dinding rumah yang hampir roboh, maka Al-Khidhir menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mahu niscaya kamu akan mengambil upah untuk itu." 78~ Al-Khidhir berkata : "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu kelak akan ku beritahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. 79~ Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu kerana di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. 80~ Dan ada pun anak muda itu maka kedua orang tuanya adlah orang-orang mukmin dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. 81~ Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya {kepada ibu bapaknya}. 82~ Adapun dinding rumah itu kepunyaan dua orang anak muda yang yatim di kota itu sedang ayahnya adalah seorang yang soleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu dan bukanlah aku melakukannnya itu menurut kemahuanku sendiri. Demikianlah itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya." { Al-Kahfi : 60 ~ 82 }

Kisah Sapi Bani Isra'il

Salah satu dari beberapa mukjizat yang telah diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa iyalah penyembelihan sapi yang terkenal dengan sebutan sapi Bani ISra'il.
Dikisahkan bahwa ada seorang anak laki-laki putera tunggal dari seorang kaya-raya memperolehi warisan harta peninggalan yang besar dari ayahnya yang telah wafat tanpa meninggalkan seorang pewaris selain putera tunggalnya itu.
Saudara-saudara sepupu dari putera tunggal itu iri hati dan ingin menguasai harta peninggalan yang besar itu atau setidak-tidaknya sebagian daripadanya. Dan karena menurut hukum yang berlaku pada waktu itu yang tidak memberikan hak kepada mereka untuk memperoleh walau sebagian dari peninggalan bapak saudara mereka , mereka bersekongkol untuk membunuh saudara sepupu pewaris itu, sehingga bila ia sudah mati hak atau warisan yang besar itu akan jatuh kepada mereka.

Pembunuh atas pewaris sah itu dilaksanakan menurut rencana yang tersusun rapi kemudian datanglah mereka kepada Nabi Musa melaporkan, bahwa mereka telah menemukan saudara sepupunya mati terbunuh oleh seorang yang tidak dikenal identitinya maupun tempat di mana ia menyembunyikan diri. Mereka mengharapkan Nabi Musa dapat menyingkap tabir yang menutupi peristiwa pembunuhan itu serta siapakah gerangan pembunuhnya.
Untuk keperluan itu, Nabi Musa memohon pertolongan Allah yang segera mewahyukan perintah kepadanya agar ia menyembelih seekor sapi dan dengan lidah sapi yang disembelih itu dipukullah mayat sang korban yang dengan izin Allah akan bangun kembali memberitahukan siapakah sebenarnya yang telah melakukan pembunuhan atas dirinya.

Tatkala Nabi Musa menyampaikan cara yang diwahyukan oleh Allah itu kepada kaumnya ia ditertawakan dan diejek karena akal mereka tidak dapat menerima bahwa hal yang sedemikian itu boleh terjadi. Mereka lupa bahwa Allah telah berkali-kali menunjukkan kekuasaan-Nya melalui mukjizat yang diberikan kepada Musa yang kadang kala bahkan lebih hebat dan lebih sukar untuk diterima oleh akal manusia berbanding mukjizat yang mereka hadapi dalam peristiwa pembunuhan pewaris itu.
Berkata mereka kepada Musa secara mengejek: "Apakah dengan cara yang engkau usulkan itu, engkau bermaksud hendak menjadikan kami bahan ejekan dan tertawaan orang? Akan tetapi kalau memang cara yang engkau usulkan itu adalah wahyu, maka cobalah tanya kepada Tuhanmu, sapi betina atau jantankah yang harus kami sembelih? Dan apakah sifat-sifatnya serta warna kulitnya agar kami tidak dapat salah memilih sapi yang harus kami sembelih?"

Musa menjawab: "Menurut petunjuk Allah, yang harus disembelih itu ialah sapi betina berwarna kuning tua, belum pernah dipakai untuk membajak tanah atau mengairi tanaman tidak cacat dan tidak pula ada belangnya."
Kemudian dikirimkanlah orang ke pelosok desa dan kampung-kampung mencari sapi yang dimaksudkan itu yang akhirnya diketemukannya pada seorang anak yatim piatu yang memiliki sapi itu sebagai satu-satunya harta peninggalan ayahnya serta menjadi satu-satunya sumber nafkah hidupnya. Ayah anak yatim itu adalah seorang fakir miskin yang shaleh, ahli ibadah yang tekun yang pada saat mendekati waktu wafatnya, berdoalah kepada Allah memohon perlindungan bagi putera tunggalnya yang tidak dapat meninggalkan warisan apa-apa baginya selain seekor sapi itu. Maka berkat doa ayah yang shaleh itu terjuallah sapi si anak yatim itu dengan harga yang berlipat ganda karena memenuhi syarat dan sifat-sifat yang diisyaratkan oleh Musa untuk disembelih.

Setelah disembelih sapi yang dibeli dari anak yatim itu, diambillah lidahnya oleh Nabi Musa, lalu dipukulkannya pada tubuh mayat, yang seketika bangunlah ia hidup kembali dengan izin Allah, menceritakan kepada Nabi Musa dan para pengikutnya bagaimana ia telah dibunuh oleh saudara-saudara sepupunya sendiri.
Demikianlah mukjizat Allah yang kesekian kalinya diperlihatkan kepada Bani Isra'il yang keras kepala dan keras hati itu namun belum juga dapat menghilangkan sifat-sifat congkak dan membangkang mereka atau mengikis-habis bibit-bibit syirik dan kufur yang masih melekat pada dada dan hati mereka.

Ayat-ayat Al-Quran yang mengisahkan pokok cerita di atas, terdapat dalam surah "Al-Baqarah ayat 67 sehingga 73 sebagaimana tersebut di bawah ini :~

"67~ Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih sapi betina." Mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan." Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah daripada menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil." 68~ Mereka menjawab: "Mohonlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami sapi betina apakah itu? Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda pertengahan antara itu maka kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu." 69~ Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apakah warnanya. Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya." 70~ Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu {masih} samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya-Allah akan dapat petunjuk." 71~ Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak cacat, tidak ada belangnya." Mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang benar." Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. 72~ Dan {ingatlah} ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. 73~ Lalu Kami berfirman: "Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota sapi betina itu." Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti." { Al-Baqarah : 67 ~ 73 }

Bani Isra'il Mengembara Tidak Berketentuan Tempat Tinggalnya

Tidak kurang-kurang karuniaan Allah yang diberikan kepada kaum Bani Isra'il. Mereka telah dibebaskan dari kekuasaan Fir'aun yang kejam yang telah menindas dan memperhambakan mereka berabad-abad lamanya. Telah diperlihatkan kepada mereka bagaimana Allah telah membinasakan Fir'aun , musuh mereka tenggelam di laut. Kemudian tatkala mereka berada di tengah-tengah padang pasir yang kering dan tandus, Allah telah memancarkan air dari sebuah batu dan menurunkan hidangan makanan "Manna dan Salwa" bagi keperluan mereka.

Di samping itu Allah mengutuskan beberapa orang rasul dan nabi dari kalangan mererka sendiri untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada mereka. Akan tetapi karunia dan nikmat Allah yang susul-menyusul yang diberikan kepada mereka, tidaklah mengubah sifat-sifat mereka yang tidak mengenal syukur, berkeras kepala dan selalu membangkang terhadap perintah Allah yang diwahyukan kepada rasul-Nya.
Demikianlah tatkala Allah mewahyukan perintah-Nya kepada Nabi Musa untuk memimpin kaumnya pergi ke Palestin, tempat suci yang telah dijanjikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menjadi tempat tinggal anak cucunya, mereka membangkang dan enggan melaksanankan perintah itu. Alasan penolakan mereka ialah karena mereka harus menghadapi suku "Kan'aan" yang menurut anggapan mereka adalah orang-orang yang kuat dan perkasa yang tidak dapat dikalahkan dan diusir dengan aduan kekuatan. Mereka tidak mempercayai janji Allah melalui Musa, bahwa dengan pertolongan-Nya mereka akan dapat mengusir suku Kan'aan dari kota Ariha untuk dijadikan tempat pemukiman mereka selama-lamanya.

Berkata mereka tanpa malu, menunjuk sifat pengecutnya kepada Musa: "Hai Musa, kami tidak akan memasuki Ariha sebelum orang-orang suku Kan'aan itu keluar. KAmi tidak berdaya menghadapi mereka dengan kekuatan fizikal karna mereka telah terkenal sebagai orang-orang yang kuat dan perkasa. Pergilah engkau berserta Tuhanmu memerangi dan mengusir orang-orang suku Kan'aan itu dan tinggalkanlah kami di sini sambil menanti hasil perjuanganmu."
Naik pitamlah Nabi Musa melihat sikap kaumnya yang pengecut itu yang tidak mau berjuang dan memeras keringat untuk mendapat tempat pemukiman tetapi ingin memperolehnya secara hadiah atau melalui mukjizat sebagaimana mereka telah mengalaminya dan banyak peristiwa. Dan yang menyedihkan hati Musa ialah kata-kata mengejek mereka yang menandakan bahwa dada mereka masih belum bersih dari benih kufur dan syirik kepada Allah.

Dalam keadaan marah setelah mengetahui bahwa tiada seorang daripada kaumnya yang akan mendampinginya melaksanakan perintah Allah itu, berdoalah Nabi Musa kepada Allah: "Ya Tuhanku, aku tidak menguasai selain diriku dan diri saudaraku Harun, maka pisahkanlah kami dari orang-orang yang fasiq yang mengingkari nikmat dan karunia-Mu."
Sebagaimana hukuman bagi Bani Isra'il yang telah menolak perintah Allah memasuki Palestin, Allah mengharamkan negeri itu atas mereka selama empat puluh tahun dan selama itu mereka akan mengembara berkeliaran di atas bumi Allah tanpa mempunyai tempat mukim yang tetap. Mereka hidup dalam kebingungan sampai musnahlah mereka semuanya dan datang menyusul generasi baru yang akan mewarisi negeri yang suci itu sebagaimana yang telah disanggupkan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim a.s.

Pokok cerita tersebut di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam surah "Al-Maidah ayat 20 sehingga ayat 26 sebagaimana berikut :~

"20~ Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikannya kamu orang-orang merdeka dan diberi-Nya kepada mu apa yang belum pernah diberi-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat yang lain." 21~ HAi kaumku, masuklah ke tanah suci {Palestin} yang telah ditentukan oleh Allah bagimu dan janganlah kamu lari kebelakang {karena takut kepada musuh} maka kamu akan menjadi orang-orang yang rugi. 22~ Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa sesungguhnya kami tidak sesekali akan memasukinya sebelum mereka keluar daripadanya. Jika mereka keluar daripadanya, pasti kami akan memasukinya" 23~ Berkatalah dua orang di antara orrg-orang yang takut {kepada Allah} yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: " Serbulah mereka melalui pintu gerbang {kota} itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaklah kamu bertawakkal, jika kamu orang-orang yang beriman." 24~ Mereka berkata: "Hai Musa, kami sesekali tidak akan memasuki selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja." 25~ Berkata Musa: "Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasiq itu." 26~ Allah berfirman : {Jika demikian} maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun {selama itu} mereka akan berpusing-pusing kebingungan di bumi itu. Maka janganlah kamu bersedih hati {memikirkan nasib} orang-orang yang fasiq itu." { Al-Maidah : 20 ~ 26 }

Bani Isra'il Kembali Menyembah Patung Anak Lembu

Nabi Musa berjanji kepada Bani Isra'il yang ditinggalkan di bawah pimpinan Nabi Harun bahwa ia tidak akan meninggalkan mereka lebih lama dari tiga puluh hari, dalam perjalananya ke Thur Sina untuk bermunajat dengan Tuhan. Akan tetapi berhubung dengan adanya perintah Allah kepada Musa untuk melengkapi jumlah hari puasanya menjadi empat puluh hari, maka janjinya itu tidak dapat ditepati dan kedatangannya kembali ke tengah-tengah mereka tertunda menjadi sepuluh hari lebih lama daripada yang telah dijanjikan.

Bani Isra'il merasa kecewa dan menyesalkan kelambatan kedatangan Nabi Musa kembali ke tengah-tengah mereka. Mereka menggerutu dan mengomel dengan melontarkan kata-kata kepada Nabi Musa seolah-olah ia telah meninggalkan mereka dalam kegelapan dan dalam keadaan yang tidak menentu. Mereka merasa seakan-akan telah kehilangan pimpinan yang biasanya memberi bimbingan dan petunjuk-petunjuk kepada mereka.
Keadaan yang tidak puas dan bingung yang sedang meliputi kelompok Bani Isra'il itu, digunakan oleh seorang munafiq, bernama Samiri yang telah berhasil menyusup ke tengah-tengah mereka, sebagai kesempatan yang baik untuk menyebarkan benih syiriknya dan merusakkan akidah para pengikut Nabi Musa yang baru saja menerima ajaran tauhid dan iman kepada Allah. Samiri yang munafiq itu menghasut mereka dengan kata-kata bahwa Musa telah tersesat dalam tugasnya mencari Tuhan bagi mereka dan bahwa dia tidak dapat diharapkan kembali dan karena itu dianjurkan oleh Samiri agar mereka mencari tuhan lain sebagai ganti dari Tuhan Musa.

Samiri melihat bahwa hasutan itu dapat menggoyahkan iman dan akidah pengikut-pengikut Musa yang memang belum meresapi benar ajaran tauhidnya segera membuat patung bagi mereka untuk disembah sebagai tuhan pengganti Tuhannya Nabi Musa. PAtung itu berbentuk anak lembu yang dibuatnya dari emas yang dikumpulkan dari perhiasan-perhiasan para wanita. Dengan kepandaian taktiknya patung itu dibuat begitu rupa sehingga dapat mengeluarkan suara menguap seakan-akan anak lembu sejati yang hidup. Maka diterimalah anak patung lembu itu oleh Bani Isra'il pengikut Nabi Musa yang masih lemah iman dan akidahnya itu sebagai tuhan persembahan mereka.

Ditegurlah mereka oleh Nabi Harun yang berkata: "Alangkah bodohnya kamu ini! Tidakkah kamu melihat anak lembu yang kamu sembah ini tidak dapat bercakap-cakap dengan kamu dan tidak pula dapat menuntun kamu ke jalan yang benar. Kamu telah menganiaya diri kamu sendiri dengan menyembah pada sesuatu selain Allah."
Teguran Nabi Harun itu dijawab oleh mereka yang telah termakan hasutan Samiri itu dengan kata-kata: "Kami akan tetap berpegang pada anak lembu ini sebagai tuhan persembahan kami sampai Musa kembali ke tengah-tengah kami."

Nabi Harun tidak dapat berbuat banyak menghadapi kaumnya yang telah berbalik menjadi murtad itu, karena ia khawatir kalau mereka dihadapi dengan sikap yang keras, akan terjadi perpecahan di antara mereka dan akan menjadi keadaan yang lebih rumit dan gawat sehingga dapat menyulitkan baginya dan bagi Nabi Musa kelak bila ia datang untuk mencarikan jalan keluar dari krisis iman yang melanda kaumnya itu. Ia hanya memberi peringatan dan nasihat kepada mereka sambil menanti kedatangan Musa kembali dari Thur Sina.

Dalam pada itu, Nabi Musa setelah selesai bermunajat dengan Tuhan dan dalam perjalanannya kembali ke tempat di mana kaumnya sedang menunggu memperolehi isyarat tentang apa yang telah terjadi dan dialami oleh Nabi Harun selama ketiadaannya. Nabi Musa sangat marah dan sedih hati tatkala ia tiba di tempat dan melihat kaumnya sedang berpesta mengelilingi anak patung lembu emas, menyembahnya dan memuji-mujinya. Dan karena sangat marah dan sedihnya ia tidak dapat menguasai dirinya, kepingan-kepingan Taurat dilemparkan berantakan. Harun saudaranya dipegang rambut kepalanya ditarik kepadanya seraya berkata menegur: "Apa yang engkau buat tatkala engkau melihat mereka tersesat dan terkena oleh hasutan dan fitnahan Samiri? Tidakkah engkau mematuhi perintahku dan pesanku ketika aku menyerahkan mereka kepadamu untuk engkau pimpin? Tidakkah engkau berdaya melawan hasutan Samiri dengan memberi petunjuk dan penerangan kepada mereka dan mengapa engkau tidak cepat memadamkan api kemurtadan ini sebelum menjadi besar begini?"

Harun berkata menanggapi teguran Musa: "Hai anak ibuku, janganlah engkau memegang janggut dan rambut kepalaku, menarik-narikku. Aku telah berusaha memberi nasihat dan teguran kepada mereka, namun mereka tidak mengindahkan kata-kataku. Mereka menganggapkan aku lemah dan mengancam akan membunuhku. Aku khawatir jika aku menggunakan sikap dan tindakan yang keras, akan terjadi perpecahan dan permusuhan di antara sesama kita, hal mana akan menjadikan engkau lebih marah dan sedih. Lepaskanlah aku dan janganlah membuatkan musuh-musuhku bergembira melihat perlakuanmu terhadap diriku. Janganlah disamakan aku dengan orang-orang yang zalim."

Setelah mereda rasa jengkel dan sedihnya dan memperoleh kembali ketenangannya, berkatalah Nabi Musa kepada Samiri, orang munafiq yang menjadi biang keladi dari kekacauan dan kesesatan itu: "Hai Samiri, apakah yang mendorongmu menghasut dan menyesatkan kaumku, sehingga mereka kembali menjadi murtad, menyembah patung yang engkau buatkan dari emas itu?"
Samiri menjawab: "Aku telah melihat sesuatu yang mereka tidak melihatnya. Aku telah melihat kuda malaikat Jibril. aku mengambil segenggam tanah bekas jejak telapak kakinya itu, lalu aku lemparkannya ke dalam emas yang mencair di atas api dan terjadilah patung anak lembu yang dapat menguak, mengeluarkan suara sebagaimana anak lembu biasa.Demikianlah hawa nafsuku membujukku untuk berbuat itu."

Berkata Nabi Musa kepada Samiri: "Pergilah engkau dan jauhilah pergaulan manusia sebab karena perbuatan kamu itu engkau harus dipencilkan dan menjadi tabu {sesuatu yang terlarang} jika disentuh atau menyentuh seseorang ia akan menderita sakit demam panas. Ini adalah ganjaranmu di dunia, sedang di akhirat nerakalah akan menjadi tempatmu. Dan tuhanmu yang engkau buat dan sembah ini kami akan bakar dan campakkannya ke dalam laut."
Kemudian berpalinglah Nabi Musa kepada kaumnya berkata: "Hai kaumku, alangkah buruknya perbuatan yang kamu telah kerjakan setelah kepergianku! Apakah engkau hendak mendahului janji Tuhanmu? Bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu janji yang baik, berupa kitab suci? Ataukah engkau menghendaki kemurkaan Tuhan menimpa atas dirimu, karena perbuatanmu yang buruk itu dan perlanggaranmu terhadap perintah-perintah dan ajaran-ajaranku."

Kaum Musa menjawab: "Kami tidak sesekali melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, akan tetapi kami disuruh membawa beban-beban perhiasan yang berat kepunyaan orang Mesir yang atas anjuran Samiri kami lemparkan ke dalam api yang sedang menyala. Kemudian perhiasan-perhiasan yang kami lemparkan itu menjelma menjadi patung anak lembu yang bersuara, sehingga dapat menyilaukan mata kepala kami dan menggoyahkan iman yang sudah tertanam di dalam dada kami."

Berkata Musa kepada mereka: "Sesungguhnya kamu telah berbuat dosa besar dan menyia-nyiakan dirimu sendiri dengan menjadikan patung anak lembu itu sebagai persembahanmu, maka bertaubatlah kamu kepada Tuhan, Penciptamu dan Pencipta alam semesta dan mohonlah ampun daripadanya agar Dia menunjukkan kembali kepada jalan yang benar."
Akhirnya kaum Musa itu sadar atas kesalahannya dan mengakui bahwa mereka telah disesatkan oleh syaitan dan memohon ampun dan rahmat Allah agar selanjutnya melindungi mereka dari godaan syaitan dan iblis yang akan merugikan mereka di dunia dan akhirat. Demikian pula Nabi Musa beristighfar memohon ampun baginya dan bagi Harun saudaranya setalah ternyata bahwa ia tidak melalaikan tugasnya sebagai wakil Musa dalam menghadapi krisis iman yang dialami oleh kaumnya. Berdoa Musa kepada Tuhannya: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami berdua ke dalam lingkaran rahmat-Mu sesungguhnya Engkaulah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Setelah suasana yang meliputi hubungan Musa dengan Harun di satu pihak dan hubungan mereka berdua dengan kaumnya di lain pihak menjadi tenang kembali, kepingan-kepingan Taurat yang bertaburan sudah dihimpun dan disusun sebagaimana asalnya, maka Allah memerintahkan kepada Musa agar membawa sekelompok dari kaumnya menghadap untuk meminta ampun atas dosa mereka menyembah patung anak lembu.
Tujuh puluh orang dipilih oleh Nabi Musa di antara kaumnya untuk diajak pergi bersama ke Thur Sina memenuhi perintah Allah meminta ampun atas dosa kaumnya. Mereka diperintahkan untuk keperluan itu agar berpuasa, mensucikan diri, pakaian mereka dan pada waktu yang telah ditentukan berangkatlah Nabi Musa bersama tujuh puluh orang itu menuju ke bukit Thur Sina.

Setiba mereka di Thur Sina turunlah awan yang tebal meliputi seluruh bukit, kemudian masuklah Nabi Musa diikuti para pengikutnya ke dalam awan gelap itu dan segera mereka bersujud. Dan sementara bersujud terdengarlah oleh kelompok tujuh puluh itu percakapan Nabi Musa dengan Tuhannya. Pada saat itu timbullah dalam hati mereka keinginan untuk melihat Zat Allah dengan mata kepala mereka setelah mendengar percakapan-Nya dengan telinga.Maka setelah selesai Nabi Musa bercakap-cakap dengan Allah berkatalah mereka kepadanya: "Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang." Dan sebagai jawaban atas keinginan mereka yang menunjukkan keingkaran dan ketakaburan itu, Allah seketika itu juga mengirimkan halilintar yang menyambar dan merenggut nyawa mereka sekaligus.

Nabi Musa merasa sedih melihat nasib fatal yang menimpa kelompok tujuh puluh orang yang merupakan orang-orang yang terbaik di antara kaumnya. Ia berseru memohon kepada Allah agar diampuni dosa mereka seraya berkata: "Wahai Tuhanku, aku telah pergi ke Thur Sina dengan tujuh puluh orang yang terbaik di antara kaumku kemudian aku akan kembali seorang diri, pasti kaumku tidak akan mempercayaiku. Ampunilah dosa mereka, wahai Tuhanku dan kembalilah kepada mereka nikmat hidup yang Engkau telah cabut sebagai pembalasan atas keinginan dan permintaan mereka yang durhaka itu."

Alah memperkenankan doa Musa dan permohonannya dengan dihidupkan kembali kelompok tujuh puluh orang itu, maka bangunlah mereka seakan-akan orang yang baru sadar dari pingsannya. Kemudian pada kesempatan itu Nai Musa mengambil janji dari mereka bahwa mereka akan berpegangan teguh kepada kitab Taurat sebagai pedoman hidup mereka melaksanakan perinta-perintahnya dan menjauhi segala apa yang dilarangnya.


Pokok cerita yang diuraikan di atas, dikisahkan oleh Al-Quran dalam banyak tempat, di antaranya surah "Thaha" ayat 85 sehingga 98, surah "Al-A'raaf ayat 149, 151, 154, 155 dan surah "Al-Baqarah" ayat 55, 56, 63 dan 64 sebagai berikut :~

"85~ Allah berfirman: "Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan dan mereka telah disesatkan oleh Samiri." 86~ Kemudian Musa kembali kepada kaumnya, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu melanggar perjanjian dengan aku?" 87~ Mereka berkata: "Kami sesekali tidak melanggar perjanjian kamu dengan kemahuan kami sendiri, tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka kami telah melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya." 88~ Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata: "Inilah tuhanmu dan tuhan Musa tetapi Musa telah lupa." 89~ Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawapan kepada mereka dan tidak dapat memberi kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfaatan? 90~ Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya: " Hai kaumku, sesungguhnya kamu itu hanya diberi cubaan dengan anak lembu itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Pemurah maka ikutilah aku dan taatilah perintahku." 91~ Mereka menjawab: "Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami." 92~ Berkata Musa: "Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat telah tersesat, 93~ {sehingga} kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah sengaja mendurhakai perintahku?" 94~ Harun menjawab: "Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang jangutku dan jangan pula kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata {kepadaku}: " Kamu telah memecah antara Bani Isra'il dan kamu tidak memelihara amanatku." 95~ Berkatalah Musa: "Apakah yang mendorongmu {berbuat demikian} hai Samiri?" 96~ Samiri menjawab: "Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya maka aku ambil segenggam dari jejak rasul, lalu aku melemparkannya dan demikianlah nafsuku membujukku." 97~ berkata Musa: "Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagi kamu di dalam kehidupan di dunia ini hanya dapat menyatakan : Janganlah menyantuh {aku}." Dan sesungguuhnya bagimu hukuman {di akhirat} yang kami sesekali tidak dapat menghindarinya dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya kemudian kami sesungguhnya akan menghamburkannya ke dalam laut {berupa abu yang berserakan} 98~ Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu." { Thaha : 85 ~ 98 }

"149~ Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatanya dari mengetahui bahwa mereka telah sesat, mereka pun berkata: "Sesungguhnya jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami pastilah kami menjadi orang-orang yang rugi." { Al-A'raaf : 149 }

"151~ Musa berdoa: "Ya Tuhanku ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para Penyayang." { Al-A'raaf : 151 }

"154~ Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya kembali luh-luh {Taurat} itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat buat orang-orang yang takut kepada Tuhannya. 155~ Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk {memohonkan taubat kepada Kami} pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika mereka digoncang gempa bumi Musa berkata: "Ya Tuhanku! kalau Engkau kehendaki tentulah Engkau telah membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah yang memimpin kami maka ampunilah kami dan berikanlah kepada kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun sebaik-baiknya." { Al-A'raaf : 154 ~ 155 }

"55~ Dan {ingatlah} ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu, sebelum kami melihat Allah dengan terang karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya" 56~ Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur." { Al-Baqarah : 55 ~ 56 }

"63~ Dan {ingatlah} ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung { Thur Sina } di atas {seraya Kami berfirman} : "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa. Kemudian kamu berpaling setelah {adanya perjanjian} itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang yang rugi." { Al-Baqarah : 63 ~ 64 }

Musa Bermunajat Dengan Allah

Menurut riwayat sementara ahli tafsir, bahawasanya tatkala Nabi Musa berada di Mesir, ia telah berjanji kepada kaumnya akan memberi mereka sebuah kitab suci yang dapat digunakan sebagai pedoman hidup yang akan memberi bimbingan dan sebagai tuntunan bagaimana cara mereka bergaul dan bermuamalah dengan sesama manusia dan bagaimana mereka harus melakukan persembahan dan ibadah mereka kepada Allah. Di dalam kitab suci itu mereka akan dapat petunjuk akan hal-hal yang halal dan haram, perbuatan yang baik yang diridhai oleh Allah di samping perbuatan-perbuatan yang mungkar yang dapat mengakibatkan dosa dan murkanya Tuhan.

Maka setelah perjuangan menghadapi Fir'aun dan kaumnya yang telah tenggelam binasa di laut, selesai, Nabi Musa memohon kepada Allah agar diberinya sebuah kitab suci untuk menjadi pedoman dakwah dan risalahnya kepada kaumnya. Lalu Allah memerintahkan kepadanya agar untuk itu ia berpuasa selama tiga puluh hari penuh, yaitu semasa bulan Zulkaedah. Kemudian pergi ke Bukit Thur Sina di mana ia akan diberi kesempatan bermunajat dengan Tuhan serta menerima kitab penuntun yang diminta.

Setelah berpuasa selama tiga puluh hari penuh dan tiba saat ia harus menghadap kepada Allah di atas bukit Thur Sina Nabi Musa merasa segan akan bermunajat dengan Tuhannya dalam keadaan mulutnya berbau kurang sedap akibat puasanya. Maka ia menggosokkan giginya dan mengunyah daun-daunan dalam usahanya menghilangkan bau mulutnya. Ia ditegur oleh malaikat yang datang kepadanya atas perintah Allah. Berkatalah malaikat itu kepadanya: "Hai Musa, mengapakah engkau harus menggosokkan gigimu untuk menghilangkan bau mulutmu yang menurut anggapanmu kurang sedap, padahal bau mulutmu dan mulut orang-orang yang berpuasa bagi kami adalah lebih sedap dan lebih wangi dari baunya kasturi. Maka akibat tindakanmu itu, Allah memerintahkan kepadamu berpuasa lagi selama sepuluh hari sehingga menjadi lengkaplah masa puasamu sepanjang empat puluh hari."

Nabi Musa mengajak tujuh puluh orang yang telah dipilih diantara pengikutnya untuk menyertainya ke bukit Thur Sina dan mengangkat Nabi Harun sebagai wakilnya mengurus serta memimpin kaum yang ditinggalkan selama kepergiannya ke tempat bermunajat itu.
Pada saat yang telah ditentukan tibalah Nabi Musa seorang diri di bukit Thur Sina mendahului tujuh puluh orang yang diajaknya turut serta. Dan ketika ia ditanya oleh Allah: "Mengapa engkau datang seorang diri mendahului kaummu, hai Musa?" Ia menjawab: "Mereka sedang menyusul di belakangku, wahai Tuhanku. Aku cepat-cepat datang lebih dahulu untuk mencapai ridha-Mu."

Berkatalah Musa dalam munajatnya dengan Allah: "Wahai Tuhanku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu"
Allah berfirman: "Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi cobalah lihat bukit itu, jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya sebagaimana sedia kala, maka niscaya engkau akan dapat melihat-Ku." Lalu menolehlah Nabi Musa mengarahkan pandangannya kejurusan bukit yang dimaksudkan itu yang seketika itu juga dilihatnya hancur luluh masuk ke dalam perut bumi tanpa menghilangkan bekas. Maka terperanjatlah Nabi Musa, gementarlah seluruh tubuhnya dan jatuh pingsan.

Setelah ia sadar kembali dari pingsannya, bertasbih dan bertahmidlah ia seraya memohon ampun kepada Allah atas kelancangannya itu dan berkata: "Maha Besarlah Engkau wahai Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah taubatku dn aku akan menjadi orang yang pertama beriman kepada-Mu."
Dalam kesempatan bermunajat itu, Allah menerimakan kepada Nabi Musa kitab suci "Taurat" berupa kepingan-kepingan batu-batu atau kepingan kayu menurut sementara ahli tafsir yang di dalamnya tertulis segala sesuatu secara terperinci dan jelas mengenai pedoman hidup dan penuntun kepada jalan yang diridhai oleh Allah.

Allah mengiring pemberian "Taurat" kepada Musa dengan firman-Nya: "Wahai Musa, sesungguhnya Aku telah memilih engkau lebih dari manusia-manusia yang lain di masamu, untuk membawa risalah-Ku dan menyampaikan kepada hamba-hamba-Ku. Aku telah memberikan kepadamu keistimewaan dengan dapat bercakap-cakap langsung dengan Aku, maka bersyukurlah atas segala kurnia-Ku kepadamu dan berpegang teguhlah pada apa yang Aku tuturkan kepadamu. Dalam kitab yang Aku berikan kepadamu terhimpun tuntunan dan pengajaran yang akan membawa Bani Isra'il ke jalan yang benar, ke jalan yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat bagi mereka. Anjurkanlah kaummu Bani Isra'il agar mematuhi perintah-perintah-Ku jika mereka tidak ingin Aku tempatkan mereka di tempat-tempat orang-orang yang fasiq."

Bacalah tentang kisah munajat Nabi Musa ini, surah "Thaha" ayat 83 dan 84 dan surah "Al-a'raaf" ayat 142 sehingga ayat 145 sebagaimana berikut :~

"83~ Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?" 84~ Berkata Musa: "Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepadamu ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridha kepadaku." { Thaha : 83 ~ 84 }

"142~ Dan Kami telah janjikan kepada Musa {memberikan Taurat} sesudah berlalu waktu tiga puluh malam dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh {malam lagi}, maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya, iaitu Harun: "Gantilah aku dalam {memimpin} kaumku dan perbaikilah dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakkan". 143~ Dan tatkala Musa datang untuk {munajat} dengan {Kami} pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman {langsung} kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku nampakkanlah {Zat Engkau} kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau." Tuhan berfirman: "Kamu sesekali tidak sanggup melihat-Ku, tetapi melihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya {sebagai sediakala} niscaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya nampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku orang yang pertama beriman." 144~ Allah berfirman: "Hai Musa sesungguhnya Aku memilih kamu lebih dari manusia yang lain {di masamu} untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur." 145~ Dan Kami telah tuliskan untuk Musa luluh {Taurat} segala sesuatu sebagai pengajaran bagi sesuatu. Maka Kami berfirman: "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada {perintah-perintahnya} yang sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasiq." { Al-A'raaf: 142 ~ 145 }

Nabi Musa A.S. dan Bani Isra'il setelah keluar dari Mesir


Dalam perjalanan menuju Thur Sina setelah melintasi lautan di bahagian utara dari Laut Merah dan setelah mereka merasa aman dari kejaran Fir'aun dan kaumnya. Bani Isra'il yang dipimpin oleh Nabi Musa itu melihat sekelompok orang-orang yang sedang menyembah berhala dengan tekunnya. Berkatalah mereka kepada Nabi Musa: "Wahai Musa, buatlah untuk kamu sebuah tuhan berhala sebagaimana mereka mempunyai berhala-berhala yang disembah sebagai tuhan." Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu ini adalah orang-orang yang bodoh dan tidak berfikiran sihat. Persembahan mereka itu kepada berhala adalah perbuatan yang sesat dan bathil serta pasti akan dihancurkan oleh Allah. Patutkah aku mencari tuhan untuk kamu selain Allah yang telah memberikan kurnia kepada kamu, dengan menyelamatkan kamu dari Fir'aun, melepaskan kamu dari perhambaannya dan penindasannya serta memberikan kamu kelebihan di atas umat-umat yang lain.Sesungguhnya suatu permintaan yang aneh daripada kamu, bahwa kamu akan mencari tuhan selain Allah yang demikian besar nikmatnya atas kamu, Allah pencipta langit dan bumi serta alam semesta. Allah yang baru saja kamu saksikan kekuasaan-Nya dengan ditenggelamkannya Fir'aun berserta bala tenteranya untuk keselamatan dan kelangsungan hidupmu."

Perjalanan Nabi Musa dan Bani Isra'il dilanjutkan ke Gurun Sinai di mana panas matahari sangat teriknya dan sunyi dari pohon-pohon atau bangunan di mana orang dapat berteduh di bawahnya. Atas permohonan Nabi Musa yang didesak oleh kaumnya yang sedang kepanasan diturunkan oleh Allah di atas mereka awan yang tebal untuk mereka bernaung dan berteduh di bawahnya dari panas teriknya matahari. Di samping itu tatkala bekalan makanan dan minuman mereka sudah berkurangan dan tidak mencukupi keperluan. Allah menurunkan hidangan makanan "manna" - sejenis makanan yang manis sebagai madu dan "salwa" - burung sebangsa puyuh dengan diiringi firman-Nya: "Makanlah Kami dari makanan-makanan yang baik yang Kami telah turunkan bagimu."

Demikian pula tatkala pengikut-pengikut Nabi Musa mengeluh kehabisan air untuk minum dan mandi di tempat yang tandus dan kering itu, Allah mewahyukan kepada Musa agar memukul batu dengan tongkatnya. Lalu memancarlah dari batu yang dipukul itu dua belas mata air, untuk dua belas suku bangsa Isra'il yang mengikuti Nabi Musa, masing-masing suku mengetahui sendiri dari mata air mana mereka mengambil keperluan airnya.

Bani Isra'il pengikut Nabi Musa yang sangat manja itu, merasa masih belum cukup atas apa yang telah Allah berikan kepada mereka yang telah menyelamatkan mereka dari perhambaan dan penindasan Fir'aun, memberikan mereka hidangan makanan dan minuman yang lezat dan segar di tempat yang kering dan tandus mereka menuntut lagi dari Nabi Musa agar memohon kepada Allah menurunkan bagi mereka apa yang ditumbuhkan oleh bumi dari rupa-rupa sayur-mayur, seperti ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merah karena mereka tidak puas dengan satu macam makanan.

Terhadap tuntutan mereka yang aneh-aneh itu berkatalah Nabi Musa: "Maukah kamu memperoleh sesuatu yang rendah nilai dan harganya sebagai pengganti dari apa yang lebih baik yang telah Allah karuniakan kepada kamu? Pergilah kamu ke suatu kota di mana pasti kamu akan dapat apa yang telah kamu inginkan dan kamu minta."

Pokok cerita tersebut di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam surah "Al-A'raaf ayat 138 sehingga 140 dan 160 ; serta surah "Al-Baqarah" ayat 61 yang berbunyi sebagai berikut :~

"138~ Dan Kami seberangkan Bani Isra'il ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala, mereka {Bani Isra'il} berkata: "Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan {berhala} sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan {berhala}". Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui {sifat-sifat Tuhan}". 139~ Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal yang selalu mereka kerjakan. 140~ Musa berkata: "Patutkah aku mencari tuhan untuk kamu yang selain dari Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat". { Al-A'raaf : 138 ~ 140 }

"160~ Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Maka memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan Awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. {Kami berfirman}: "Makanlah baik-baik dari apa yang Kami telah rezekikan kepadamu." Mereka tidak menganiaya Kami, tetapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri." { Al-A'raaf : 160 }

"61~ Dan ingatlah ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak boleh sabar {tahan} dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, Agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya dan bawah merahnya." Musa berkata: "Mahukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperolehi apa yang kamu minta." { Al-Baqarah : 61 }

Bani Isra'il Keluar Dari Mesir


Bani Isra'il yang cukup menderita akibat tindasan Fir'aun dan kaumnya cukup merasakan penganiayaan dan hidup dalam ketakutan di bawah pemerintahan Fir'aun yang kejam dan bengis itu, pada akhirnya sadar bahwa Musalah yang benar-benar dikirimkan oleh Allah untuk membebaskan mereka dari cengkaman Fir'aun dan kaumnya. Maka berduyun-duyunlah mereka datang kepada Nabi Musa memohon pertolongannya agar mengeluarkan mereka dari Mesir.

Kemudian bertolaklah rombongan kaum Bani Isra'il di bawah pimpinan Nabi Musa meninggalkan Mesir menuju Baitul Maqdis. Dengan berjalan kaki dengan cepat karena takut tertangkap oleh Fir'aun dan bala tenteranya yang mengejar mereka dari belakang akhirnya tibalah mereka pada waktu fajar di tepi lautan merah setelah selama semalam suntuk dapat melewati padang pasir yang luas.

Rasa cemas dan takut makin mencekam hati para pengikut Nabi Musa dan Bani Isra'il ketika melihat laut terbentang di depan mereka sedang dari belakang mereka dikejar oleh Fir'aun dan bala tenteranya yang akan berusaha mengembalikan mereka ke Mesir. Mereka tidak meragukan lagi bahwa bila mereka tertangkap, maka hukuman matilah yang akan mereka terima dari Fir'aun yang zalim itu.

Berkatalah salah seorang dari sahabat Nabi Musa, bernama Yusha' bin Nun: "Wahai Musa, ke mana kami harus pergi?" Musuh berada di belakang kami sedang mengejar dan laut berada di depan kami yang tidak dapat dilintasi tanpa sampan. Apa yang harus kami perbuat untuk menyelamatkan diri dari kejaran Fir'aun dan kaumnya?"

Nabi Musa menjawab: "Janganlah kamu khawatir dan cemas, perjalanan kami telah diperintahkan oleh Allah kepadaku, dan Dialah yang akan memberi jalan keluar serta menyelamatkan kami dari cengkaman musuh yang zalim itu."

Pada saat yang kritis itu, di mana para pengikut Nabi Musa berdebar-debar ketakutan, seraya menanti tindakan Nabi Musa yang kelihatan tenang sahaja, turunlah wahyu Allah kepada Nabi-Nya dengan perintah agar memukulkan air laut dengan tongkatnya. Maka dengan izin Allah terbelah laut itu, tiap-tiap belahan merupakan seperti gunung yang besar. Di antara kedua belahan air laut itu terbentang dasar laut yang sudah mengering yang segera di bawah pimpinan Nabi Musa dilewatilah oleh kaum Bani Isra'il menuju ke tepi timurnya.

Setelah mereka sudah berada di bagian tepi timur dalam keadaan selamat terlihatlah oleh mereka Fir'aun dan bala tenteranya menyusuri jalan yang sudah terbuka di antara dua belah gunung air itu. Kembali rasa cemas dan takut mengganggu hati mereka seraya memandang kepada Nabi Musa seolah-olah bertanya apa yang hendak dia lakukan selanjutnya. Dalam pada itu Nabi Musa telah diilhamkan oleh Allah agar bertenang menanti Fir'aun dan bala tenteranya turun semua ke dasar laut. Karena takdir Allah telah mendahului bahwa mereka akan menjadi bala tentera yang tenggelam.

Berkatalah Fir'aun kepada kaumnya tatkala melihat jalan terbuka bagi mereka di antara dua belah gunung air itu: "Lihat bagaimana lautan terbelah menjadi dua, memberi jalan kepada kami untuk mengejar orang-orang yang melarikan diri itu. Mereka mengira bahwa mereka akan dapat melepaskan dari kejaran dan hukumanku. Mereka tidak mengetahui bahwa perintahku berlaku dan ditaati oleh laut, jangan lagi oleh manusia. Tidakkah ini semuanya membuktikan bahwa aku adalah yang berkuasa yang harus disembah olehmu?" Maka dengan rasa bangga dan sikap sombongnya turunlah Fir'aun dan bala tenteranya ke dasar laut yang sudah mengering itu melakukan gerak-cepatnya untuk menyusul Musa dan Bani Isra'il yang sudah berada di tepi bagian timur sambil menanti hukuman Allah yang telah ditakdirkan untuk hamba-hamba-Nya yang kafir itu.

Demikianlah maka setelah Fir'aun dan bala tenteranya berada di tengah-tengah lautan yang membelah itu, jauh dari ke dua tepinya, tibalah perintah Allah dan kembalilah air yang menggunung itu menutupi jalur jalan yang terbuka di mana Fir'aun dengan sombongnya sedang memimpin barisan tenteranya mengejar Musa dan Bani Isra'il. Terpendamlah mereka hidup-hidup di dalam perut laut dan berakhirlah riwayat hidup Fir'aun dan kaumnya untuk menjadi kenangan sejarah dan ibrah bagi generasi- akan datang.

Pada detik-detik akhir hayatnya, seraya berjuang untuk menyelamatkan diri dari maut yang sudah berada di depan matanya, berkatalah Fir'aun: "Aku percaya bahwa tiada tuhan selain Tuhan Musa dan Tuhan Bani Isra'il. Aku beriman pada Tuhan mereka dan berserah diri kepada-Nya sebagai salah seorang muslim."

Berfirmanlah Allah kepada Fir'aun yang sedang menghadapi sakaratul-maut: "Baru sekarangkah engkau berkata beriman kepada Musa dan berserah diri kepada-Ku? Tidakkah kekuasaan ketuhananmu dapat menyelamatkan engkau dari maut? Baru sekarangkah engkau sadar dan percaya setelah sepanjang hidupmu bermaksiat, melakukan penindasan dan kezaliman terhadap hamba-hamba-Ku dan berbuat-sewenang-wenang, merusak akhlak dan aqidah manusia-manusia yang berada di bawah kekuasaanmu. Terimalah sekarang pembalasan-Ku yang akan menjadi pengajaran bagi orang-orang yang akan datang sesudahmu. Akan Aku apungkan tubuh kasarmu untuk menjadi peringatan bagi orang-orang yang meragukan akan kekuasaan-Ku."

Bani Isra'il pengikut-pengikut Nabi Musa masih meragukan kematian Fir'aun. Mereka masih terpengaruh dengan kenyataan yang ditanamkan oleh Fir'aun semasa ia berkuasa sebagai raja bahwa dia adalah manusia luar biasa lain daripada yang lain dan bahwa dia akan hidup kekal sebagai tuhan dan tidak akan mati. Khayalan yang masih melekat pada fikiran mereka menjadikan mereka tidak mau percaya bahwa dengan tenggelamnya, Fir'aun sudah mati. Mereka menyatakan kepada Musa bahwa Fir'aun mungkin masih hidup namun di alam lain.

Nabi Musa berusaha menyakinkan kaumnya bahwa apa yang terfikir oleh mereka tentang Fir'aun adalah sutu khayalan belaka dan bahwa Fir'aun sebagai orang biasa telah mati tenggelam akibat pembalasan Allah atas perbuatannya, menentang kekuasaan Allah mendustakan Nabi Musa dan menindaskan serta memperhambakan Bani Isra'il. Dan setelah melihat dengan mata kepala sendiri, tubuh-tubuh Firaun dan orang-orangnya terapung-apung di permukaan air, hilanglah segala tahayul mereka tentang Fir'aun dan kesaktiannya.

Menurut catatan sejarah, bahwa mayat Fir'aun yang terdampar di pantai diketemukan oleh orang-orang Mesir, lalu diawet hingga utuh sampai sekarang, sebagai mana dapat dilihat di muzium Mesir.

Tentang isi cerita yang terurai di atas dapat di baca dalam surah "Thaha" ayat 77 sehingga 79 ; surah "Asy-Syua'ra" ayat 60 sehingga 68 ; surah "Yunus" ayat 90 sehingga 92 sebagaimana berikut :~

"77~ Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: "Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku {Bani Isra'il} di malam hari, maka buatklah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tidak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut {akan tenggelam}." 78~ Maka Fir'aun dengan bala tenteranya mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka. 79~ Dan Fir'aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi petunjuk." { Thaha : 77 ~ 79 }

"60~ Maka Fir'aun dan bala tenteranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. 61~ Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku bersertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku. 63~ Lalu Kami wahyukan kepada Musa: "Pukullah lautan itu dengan tongkatmu." Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan itu adalah seperti golongan yang lain. 65~ Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang bersertanya semuanya. 66~ Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu. 67~ Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar {mukjizat} dan kebanyakkan mereka tidak beriman. 68~ Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Mulia Perkasa lai Maha Penyayang." { Asy-Syu'ara : 60 ~ 68 }

"90~ Dan Kami memungkinkan Bani Isra'il melintasi lau, lalu merka diikiti oleh Fir'aun dan bala tenteranya, karena hendak menganiaya dan menindas {mereka} hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Isra'il dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri {kepada Allah}." 91~ Apakah sekarang {baru kamu percaya} padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakkan. 92~ Maka pada hari ini Kami akan selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pengajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakkan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami." { Yunus : 90 ~ 92 }

Fir'aun menghina dan mengejek Musa

Selain tindakan kekerasan yang ditimpakan ke atas Bani Isra'il kaumnya Nabi Musa, Fir'aun melontarkan penghinaan dan kata-kata ejekan terhadap Nabi Musa dalam usahanya memerangi dan membendung pengaruh Nabi Musa yang semakin beertambah semenjak ia keluar sebagai pemenang dalam pertandingan melawan tukang-tukang sihir kaum Fir'aun.
Berkata Fir'aun kepada pembesar-pembesar kerajaannya: "Biarkanlah aku membunuh Musa dan biarlah ia memohon dari Tuhannya untuk melindunginya. Aku ingin tahu sampai sejauh mana ia dapat melepaskan diri dari kekuasaanku dan biarlah ia membuktikan kebenaran kata-kata, bahwa Tuhannya akan melindunginya dari segala tipu daya musuh-musuhnya."

Dalam lain kesempatan Fir'aun berkata kepada rakyatnya yang sudah diperhambakan jiwanya, terbiasa memuja-mujanya, meng iakan kata-katanya dan meng aminkan segala perintahnya: "Hai rakyatku! Tidakkah kamu melihat bahwa aku memiliki kerajaan Mesir yang megah dan besar ini di mana sungai-sungai mengalir dibawah telapak kakiku, sungai-sungai yang memberi kemakmuran hidup dan kebahagiaan hidup bagi rakyatku? Dan tidakkah kamu melihat kekuasaanku yang luas dan ketaatan rakyatku yang bulat kepadaku? Bukankah aku lebih baik dan lebih agung dari Musa yang hina-dina itu yang tidak pintar menguraikan isi hatinya dan menerangkan maksud tujuannya. Megapa Tuhannya tidak memakaikan gelang emas, sebagaimana lazimnya orang-orang yang diangkat menjadi raja, pemimpin atau pembesar? Atau mengapa ia tidak diiringi oleh malaikat-malaikat sebagai tanda kebesarannya dan bukti kebenarannya bahwa ia adalah pesuruh Tuhannya?"

Kelompok orang yang mendengar kata-kata Fir'aun itu dengan serta-merta meng iyakan dan membenarkan kata-kata rajanya serta menyatakan kepatuhan yang bulat kepada segala titah dan perintahnya sebagai warga yang setia kepada rajanya, namun zalim dan fasiq terhadap Tuhannya.
Dalam pada itu kesabaran Nabi Musa sampai pada puncaknya, melihat Fir'aun dan pembantu-pambantunya tetap berkeras kepala menentang dakwahnya, mendustakan risalahnya dan makin memperhebatkan tindakan kejamnya terhadap kaum Bani Isra'il terutama para pengikutnya yang menyembunyikan imannya karena ketakutan daripada kejaran Fir'aun dan pembalasannya yang kejam dan tidak berperikemanusiaan. Maka disampaikan oleh Nabi Musa kepada mereka bahwa Allah tidak akan membiarkan mereka terus-menerus melakukan kekejaman, kezaliman dan penindasan terhamba-hamba-Nya dan berkufur kepada Allah dan Rasul-Nya. Akan ditimpakan oleh Allah kepada mereka bila tetap tidak mau sadar dan beriman kepada-Nya, bermacam azab dan siksa di dunia semasa hidup mereka sebagai pembalasan yang nyata!

Berdoalah Nabi Musa, memohon kepada Allah: "Ya Tuhan kami, engkau telah memberi kepada Fir'aun dan kaum kerabatnya kemewahan hidup, harta kekayaan yang meluap-luap dan kenikmatan duniawi, yang kesemua itu mengakibatkan mereka menyesatkan manusia, hamba-hamba-Mu, dari jalan yang Engkau ridhai dan tuntunan yang Engkau berikan. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta-benda mereka dan kunci matilah hati mereka. Mereka tidak akan beriman dan kembali kepada jalan yang benar sebelum melihat seksaan-Mu yang pedih."

Berkat doa Nabi Musa dan permohonannya yang diperkenankan oleh Allah, maka dilandakanlah kerajaan Fir'aun oleh krisis keuangan dan makanan, yang disebabkan mengeringnya sungai Nil sehingga tidak dapat mengairi sawah-sawah dan ladang-ladang disamping serangan hama yang ganas yang telah menghabiskan padi dan gandum yang sudah menguning dan siap untuk diketam.
Belumlagi krisis kewangan dan makanan teratasi datang menyusul bala banjir yang besar disebabkan oleh hujan yang turun dengan derasnya, sehingga menghanyutkan rumah-rumah, gedung-gedung dan membinasakan binatang-binatang ternak. Dan sebagai akibat dari banjir itu berjangkitlah bermacam-macam wabah dan penyakit yang merisaukan masyarakat seperti hidung berdarah dan lain-lain. Kemudian datanglah barisan kutu-kutu busuk dan katak-katak yang menyerbu ke dalam rumah-rumah sehingga mengganggu ketenteraman hidup mereka,menghilangkan kenikmatan makan, minum dan tidur, disebabkan menyusupnya binatang-binatang itu ke dalam tempat-tempat tidur, hidangan makanan dan di antara sela-sela pakaian mereka.

Pada waktu azab menimpa dan bencana-bencana itu sedang melanda berdatanglah mereka kepada Nabi Musa minta pertolongannya demi kenabiannya, agar memohonkan kepada Allah mengangkat bala itu dari atas mereka dengan perjanjian bahwa mereka akan beriman dan menyerahkan Bani Isra'il kepada Nabi Musa sekirannya mereka dapat ditolong dan terhindar dari azab bala itu.
Akan tetapi begitu bala-bala itu tercabut dari atas mereka dan hilanglah gangguan yang diakibatkan olehnya, mereka mengingkari janji mereka dan kembali bersikap memusuhi dan menentang Nabi Musa, seolah-olah apa yang terjadi bukanlah karena doa dan permohonan Musa kepada Allah tetapi karena hasil usaha mereka sendiri.

Bacalah tentang isi cerita di atas ayat 26 dari surah "Al-Mukmin" ; ayat 51 hingga ayat 54 surah "Az-Zukhruf" ; ayat 88 dan 89 surah "Yunus" dan ayat 130 hingga ayat 135 surah "Al-A'raaf" sebagimana berikut :~

"Dan berkata Fir'aun {kepada pembesar-pembesarnya} "Biarlah aku membunuh Musa, dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agama atau menimbulkan kerusakan di muka bumi." { Al-Mukmin : 26 }

"Dan Fir'aun berseru kepada kaumnya {seraya} berkata: "Hai kaumku! Bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan {bukankah} sungai-sungai ini mengalir dibawahku, apakah yang kamu tidak melihatnya? 52~ Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan {perkataannya}? 53~ Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang emas, atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya." 54~ Mak Fir'aun mempergaruhi kaumnya {dengan perkataan itu} lalu mereka patuh kepadanya kerana sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang fasiq." { Az-Zukhruf : 51 ~ 54 }

"88~ Musa berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, Ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan {manusia} dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka dan kunci matilah hati mereka maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih." 89~ Allah berfirman: "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sesekali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui." { Yunus : 88 sehingga 89 }

"130~ Dan sesungguhnya Kami telah menghukum {Fir'aun dan} kaumnya dengan mendatangkan musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pengajaran 131~ Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran mereka berkata: "Ini adalah karena {usaha} kami." Dan jika mereka ditimpa kesusahan mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang berserta dengannya. Ketahuilah sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakkan mereka tidak mengetahui. 132~ Mereka berkata kepada Musa: Bagaiman kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka sesekali kami tidak akan beriman kepadamu." 133.~ Maka Kami {Allah} kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas tetapi mereka tetap menyombong diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. 134~ Dan ketika mereka ditimpa azab {yang telah diterangkan itu} mereka pun berkata: " Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan {perantaraan} kenabian yang diketahui oleh Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu daripada kami pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Isra'il pergi bersamamu." 135~ Maka setelah Kami hilangkan azab itu dari mereka hingga batas waktu yang mereka sampai kepadanya, tiba-tiba mereka mengingkarinya." { Al-A'raaf : 130 ~ 135 }

Fir'aun tetap berkeras kepala dan semakin bingung

Nabi Musa yang telah mengalahkan ahli-ahli sihir dengan kedua mukjizatnya makin meluas pengaruhnya, sedang Fir'aun dengan kekalahan ahli sihirnya merasa kewibawaannya merosot dan kehormatannya menurun. ia khawatir jika gerakan Musa tidak segera dipatahkan akan mengancam keselamatan kerajaannya serta kekekalan mahkotanya. Para penasihat dan pembantu-pembantu terdekatnya tidak berusaha menghilangkan rasa kecemasan dan kekhawatirannya, tetapi mereka sebaliknya makin membakar dadanya dan makin menakut-nakutinya. Mereka berkata kepadanya: "Apakah engkau akan terus membiarkan Musa dan kaumnya bergerak secara bebas dan meracuni rakyat dengan amcam-macam kepercayaan dan ajaran-ajaran yang menyimpang dari apa yang telah kita warisi dari nenek-moyang kita? Tidakkah engkau sadar bahwa rakyat kita makin lama makin terpengaruh oleh hasutan-hasutan Musa. sehingga lama-kelamaan niscaya kita dan tuhan-tuhan kita akan ditinggalkan oleh rakyat kita dan pada akhirnya akan hancur binasalah negara dan kerajaanmu yang megah ini."

Fir'aun menjawab: "Apa yang kamu uraikan itu sudah menjadi perhatiku sejak dikalahkannya ahli-ahli sihir kita oleh Musa. Dan memang kalau kita membiarkan Musa terus melebarkan sayapnya dan meluaskan pengaruhnya di kalangan pengikut-pengikutnya yang makin lama makin bertambah jumlahnya, pasti pada akhirnya akan merusakkan adab hidup masyarakat negara kita serta membawa kehancuran dan kebinasaan bagi kerajaan kita yang megah ini. karenanya aku telah merancang akan bertindak terhadap Bani Isra'il dengan membunuh setiap orang lelaki dan hanya wanita sahaa akanku biarkan hidup."

Rancangan jahat fir'aun diterapkan oleh pegawai dan kaki tangan kerajaannya. Aneka ragam gangguan dan macam-macam tindakan kejam ditimpakan atas Bani Isra'il yang memang menurut anggapan masyarakat, mereka itu adalah rakyat kelas kambing dalam kerajaan Fir'aun yang zalim itu. Dengan makin meningkatnya kezaliman dan penindasan yang mereka terima dari alat-alat kerajaan Fir'aun, datanglah Bani Isra'il kepada Nabi Musa, mengharapkan pertolongan dan perlindungannya. Nabi Musa tidak dapat berbuat banyak pada masa itu bagi Bani Isra'il yang tertindas dan teraniaya. Ia hanya menenteramkan hati mereka, bahwa akan tiba saatnya kelak,di mana mereka akan dibebaskan oleh Allah dari segala penderitaan yang mereka alami. Dianjurkan oleh Nabi Musa agar mereka bersabar dan bertawakkal seraya memohon kepada Allah agar Allah memberikan pertolongan dan perlindungan-Nya karena Allah telah menjanjikan akan mewariskan bumi-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang soleh, sabar dan bertakwa!

Fir'aun bertujuan melemahkan kedudukan Nabi Musa dengan tindakan kejamnya terhadap Bani Isra'il yang merupakan kaumnya, bahkan tulang belakang Nabi Nusa. Akan tetapi gerak dakwah Nabi Musa tidak sedikit pun terhambat oleh tindakan Fir'aun itu. Demikian pula tidak seorang pun daripada pengikut-pengikutnya yang terpengaruh dengan tindakan Fir'aun itu. Sehingga tidak menjadi luntur iman dan keyakinan mereka yang sudah bulat terhadap risalah Musa.
Karena sasaran yang dituju dengan tindakan kekejaman yang tidak berperikamanusiaan itu tidak tercapai dan tidak dapat menerima dakwah Nabi Musa dan para pengikutnya, yang dilhatnya bahkan semakin bersemangat menyiarkan ajaran iman dan tauhid, maka Fir'aun tidak mempunyai pilihan selain harus menyingkirkan orang yang menjadi pengikutnya, iaitu dengan membunuh Nabi Musa.

Fir'aun memanggil para penasihat dan pembesar-pembesar kerajaannya untuk bermesyuarat dan merancang pembunuhan Musa. Di antara mereka yang di undang itu terdapat seorang mukmin dari Keluarga Fir'aun yang merahasiakan imannya.
Di tengah-tengah perdebatan dan perundingan yang berlangsung dalam pertemuan yang diadakan oleh Fir'aun untuk membincangkan cara pembunuhan Nabi Musa itu, bangkitlah berdiri mukmin itu mengucapkan pembelaannya terhadap Nabi Musa dan nasihat serta tuntunan bagi mereka yang hadir. Ia berkata: "Apakah kamu akan membunuh seseorang lelaki yang tidak berdosa, hanya berkata bahwa Allah adalah Tuhannya? Padahal ia menyatakan iman dan kepercayaannya itu kepada kamu bukan tanpa dalil dan hujjah. Ia telah mempertunjukkan kepada kamu bukti-bukti yang nyata untuk menyakinkan kamu akan kebenaran ajarannya. Jika andainya dia seorang pendusta, maka dia sendirilah yang akan menanggung dosa akibat dustanya. Namun jika ia adalah benar dalam kata-katanya, maka niscaya akan menimpa kepada kamu bencana azab yang telah dijanjikan olehnya. Dan dalam keadaan yang demikian siapakah yang akan menolong kamu dari azab Allah yang telah dijanjikan itu?"

Fir'aun memotong pidato orang mukmin itu dengan berkata: "Rancanganku harus terlaksana dan Musa harus dibunuh. Aku tidak mengemukan kepadamu melainkan apa yang aku pandang baik dan aku tidak menunjukkan kepadamu melainkan jalan yang benar, jalan yang akan menyelamatkan kerajaan dan negara."
Berucap orang mukmin dari keluarga Fir'aun itu melanjutkan: "Sesungguhnya aku khawatir, jika kamu tetap berkeras kepala dan enggan menempuh jalan yang benar yang dibawa oleh para nabi-nabi, bahwa kamu akan ditimpa azab dan siksa yang membinasakan , sebagaimana telah dialami oleh kaum Nuh, kaum Aad, kaum Tsamud dan umat-umat yang datang sesudah mereka. Apa yang telah dialami oleh kaum-kaum itu adalah akibat kecongkakan dan kesombongan mereka karena Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya".

Mukmin itu meneruskan nasihatnya:"Wahai kaumku! Sesungguhnya aku khawatir kamu akan menerima siksa dan azab Tuhan di hari qiamat kelak, di mana kamu akan berpaling kebelakang, tidak seorang pun akan dapat menyelamatkan kamu itu dari siksa Allah. Hai kaum ikutilah nasihatku, aku hanya ingin kebaikan bagimu dan mengajak kamu ke jalan yang benar. Ketahuilah bahwa kehidupan di dunia ini hanya merupakan kesenangan sementara, sedangkan kesenangan dan kebahagiaan yang kekal adalah di akhirat kelak."

Orang mukmin dari keluarga Fir'aun itu tidak dapat mengubah sikap Fir'aun dan pengikut-pemgikutnya, walaupun ia telah berusaha dengan menggunakan kecekapan berpidatonya dan susunan kata-katanya yang rapi, lengkap dengan contoh-contoh dari sejarah umat-umat yang terdahulu yang telah dibinasakan oleh Allah karena perbuatan dan pembangkangan mereka sendiri.
Fir'aun dan pengikut-pengikutnya bahkan menganjurkan kepada orang mukmin itu, agar meninggalkan sikapnya yang membela Musa dan menyetujui rancangan jahat mereka. Ia dinasihat untuk melepaskan pendiriannya yang pro Musa dan mengabungkan diri dalam barisan mereka menentang Musa dan segala ajarannya. Ia diancam dengan dikenakan tindakan kekerasan bila ia tidak mau mengubah sikap pro kepada Musa secara suka rela.

Berkata orang mukmin itu menanggapi anjuran Fir'aun: "Wahai kaumku, sangat aneh sekali sikap dan pendirianmu, aku berseru kepada kamu untuk kebaikan dan keselamatanmu, kamu berseru kepadaku untuk berkufur kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang aku tidak ketahui, sedang aku berseru kepadamu untuk beriman kepada Allah, Tuhan YAng Maha Esa, Maha Perkasa, lagi Maha Pengampun. Sudah pasti dan tidak dapat diragukan lagi, bahwa apa yang kamu serukan kepadaku itu tidak akan menolongku dari murka dan seksa Allah di dunia maupun di akhirat. Dan sesungguhnya kamu sekalian akan kembali kepada Allah yang akan memberi pahala syurga bagi orang-orang yang soleh, bertakwa dan beriman, sedang orang-orang kafir yang telah melampaui batas akan diberi ganjaran dengan api neraka. Hai kaumku perhatikanlah nasihat dan peringatanku ini. Kamu akan menyadari kebenaran kata-kataku ini kelak bila sudah tidak berguna lagi orang menyesal atau merasa susah karena perbuatan yang telah dilakukan. Aku hanya menyerahkan urusan ku dan nasibku kepada Allah. Dialah Yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat perbuatan dan kelakuan hamba-hamba-Nya."

Bacalah tentang isi cerita di atas dalam surah "Al-A'raaf" ayat 127 sehingga ayat 129 juz 9 dan surah "Al-Mukmin" ayat 28 sehingga ayat 33 dan ayat 38 sehingga ayat 45 juz 24 sebagai berikut :~

"127~ Berkata pembesar-pembesar dari kaum Fir'aun {kepada Fir'aun}: "Apakah kamu akan membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakkan di negeri ini {Mesir} dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?" Fir'aun menjawab: "Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka dan sesungguhnya kita berkuasa penuh ke atas mereka". 128~ Musa berkata kepada kaumnya: "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah sesungguhnya bumi {ini} kepunyaan Allah dipusakakannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesusahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa". 129~ Kaum Musa berkata: "Kami telah ditindas {oleh Fir'aun} sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang." Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuh-musuh kamu dan menjadikan kamu khalifah di bumi{-Nya} maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu." { Al-A'raaf : 127 ~ 129 }

"28~ Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang mneyembunyikan imannya berkata: "Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan "Tuhanku ialah Allah" padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika dia seorang pendusta, maka dialah yang menanggung {dosa} dustanya itu dan jika dia seorang yang benar, niscaya sebahagia {bencana} yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu." Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. 29~ Hai kaumku untukmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita?" Fir'aun berkata: "Aku tidak mengemukakan kepadamu melainkan apa yang aku pandang baik dan aku tidak menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar." 30~ Dan orang yang beriman itu berkata: "Hai kaumku sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa {bencana} seperti peristiwa {kehancuran} golongan yang bersekutu, 31~ {yakni} seperti keadaan kaum Nuh, Aad, Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. Dan Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya. 32~ HAi kaumku, sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan siksaan hari panggil-memanggil. 33~ {yaitu} hari {ketika} kamu {lari} berpaling kebelakang, tidak ada bagimu seseorang pun yang menyelamatkan kamu dari {azab} Allah dan siapa yang disesatkan Allah niscaya tidak ada baginya seorang pun yang akan memberi petunjuk." { Al-Mukmin : 28 ~ 33 }

"38~ Orang yang beriman itu berkata: "Hai kaumku ikutilah aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. 39~ Hai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan {sementara} dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. 40~ Barabg siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa yang mengerja amal yang soleh baik laki-laki mahupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk syurga, mereka diberi rezeki didalamnya tanpa hisab. 41~ Hai kaumku! Bagaimana kamu ini, aku menyeru kamu kepada keselamatan tetapi kamu menyeru aku ke neraka? 42~ {kenapa} kamu menyerukan supaya kufur kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidakku ketahui padahal aku menyeru kamu {beriman} kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun?" 43~ Sudah pasti bahwa apa yang kamu seru supaya aku {beriman} kepadanya tidak dapat memperkenankan seruan apa pun, baik di dunia mau pun di akhirat. Dan sesungguhnya kembali kita adalah kepada Allah dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka. 44~ Kelak kamu akan ingat kepada apa yang aku katakan kepada kamu. Dan aku menyerahkan urusan aku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. 45~ Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka dan Fir'aun berserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk." { Al-Mukmin : 38 ~ 45 }

Musa mempertunjukkan dua mukjizatnya kepada Fir'aun

Menjawab tantangan Fir'aun yang menuntut bukti atas kebenarannya Musa dengan serta-merta meletakkan tongkat mukjizatnya di atas yang segera menjelma menjadi seekor ular besar menghadap ke Fir'aun. Karena ketakutan melompat lari dari singgahsananya melarikan diri seraya berseru kepada Musa: " Hai Musa demi asuhanku kepadamu selama lapan belas tahun panggillah kembali ularmu itu." Kemudian dipeganglah ular itu oleh Musa dan kembali menjadi tongkat biasa.

Berkata Fir'aun kepada Musa setelah hilang dari rasa hairan dan takutnya: "Adakah bukti yang dapat engkau tunjukkan kepadaku?"
"Ya, lihatlah." Musa menjawab serta memasukkan tangannya ke dalam saku bajunya. Kemudian tatkala tangannya dikeluarkan dari sakunya, bersinarlah tangan Musa itu menyilaukan mata Fir'aun itu dan orang-orang yang sedang berada disekelilingnya.
Fir'aun sebagai raja yang menyatakan dirinya sebagai tuhan tentu tidak akan mudah begitu saja menyerah kepada Musa bekas anak pungutnya walaupun kepadanya telah diperlihatkan dun mukjizat. Ia bahkan berkata kepada kaumnya yang ia khawatir akan terpengaruh oleh kedua mukjizat Musa itu bahwa itu semuanya adalah perbuatan sihir dan bahwa Musa dan Harun adalah ahli sihir yang mahir yang datang dengan maksud menguasai Mesir dan para penduduknya akan kekuatan dengan sihirnya itu.

Fir'aun dianjurkan oleh penasihatnya yang dikepalai oleh Haman agar mematahkan sihir Musa dan Harun itu dengan mengumpulkan ahli-ahli sihir yang terkenal dari seluruh daerah kerajaan untuk bertanding melawan Musa dan Harun. Anjuran mana disetujui oleh Fir'aun yang merasa itu adalah fikiran yang tepat dan jalan yang terbaik untuk melumpuhkan kedua mukjizat Allah yang oleh mereka dianggapnya sebagai sihir. Anjuran itu lalu ditawarkan kepada Musa yang seketika tanpa ragu-ragu sedikit pun menerima tentangan Fir'aun untuk beradu dan bertanding melawan ahli-ahli sihir. Musa berkeyakinan penuh bahwa dengan perlindungan Allah ia akan keluar sebagai pemenang dalam pertarungan itu, pertandingan antara perbuatan sihir yang diilham oleh syaitan melawan mukjizat yang dikurniakan oleh Allah.

Pada suatu hari raya kerajaan telah bersetuju untuk mengadakan hari pertandingan sihir maka berduyun-duyunlah penduduk kota menuju ke tempat yang telah ditentukan untuk menyaksikan perlombaan kepandaian menyihir yang buat pertama kalinya diadakan di kota Mesir. Juga sudah berada di tempat ahli-ahli sihir yang terpandai yang telah dikumpulkan dari seluruh wilayah kerajaan masing-masing membawa tongkat , tali dan lain-lain alat sihirnya. Mereka cukup bersemangat dan akan berusaha sepenuh kepandaian mereka untuk memenangi pertandingan. Mereka telah memperolehi janji dari Fir'aun akan diberi hadiah dan uang dalam jumlah yang besar bila berhasil mengalahkan Musa dengan mematahkan daya sihirnya.

Setelah segala sesuatu selesai disiapkan dan masing-masing pembesar negeri sudah mengambil tempatnya mengelilingi raja Fir'aun yang telah duduk di atas kursi singgahsananya maka dinyatakanlah pertandingan dimulai. Kemudian atas persetujuan Musa dipersilakan para lawannya beraksi lebih dahulu mempertujukan kepandai sihirnya.
Segeralah ahli-ahli sihir Fir'aun menujukan aksinya melemparkan tongkat dan tali-temali mereka ke tengah-tengah lapangan . Musa merasa takut ketika terbayang kepadanya bahwa tongkat-tongkat dan tali-tali itu seakan-akan ular-ular yang merayap cepat. Namun Allah tidak mebiarkan hamba utusan-Nya berkecil hati menghadapi tipu-daya orang-orang kafir itu. Allah berfirman kepada Musa disaat ia merasa cemas itu: "Janganlah engkau merasa takut dan cemas hai Musa! engkau adalah yang lebih unggul dan akan menang dalam pertandingan ini. Lemparkanlah yang ada ditanganmu segera."

Para ahli-ahli sihir yang pandai dalam bidangnya itu tercengang ketika melihat ular besar yang menjelma dari tongkat Nabi Musa dan menelan ular-ular dan segala apa yang terbayang sebagai hasil tipu sihir mereka. Mereka segera menyerah kalah bertunduk dan bersujud {kepada Allah} dihadapan Musa seraya berkata: "Itu bukanlah perbuatan sihir yang kami kenal yang diilhamkan oleh syaitan tetapi sesuatu yang digerakkan oleh kekuatan ghaib yang mengatakan kebenaran kata-kata Musa dan Harun maka tidak ada alasan bagi kami untuk tidak mempercayai risalah mereka dan beriman kepada Tuhan mereka setelah apa yang kami lihat dan saksikan dengan mata kepala kami sendiri."

Fir'aun raja yang congkak dan sombong yang menuntut persembahan dari rakyatnya sebagai tuhan segera membelalakkan matanya tanda marah dan jengkel melihat ahli-ahli sihirnya begitu cepat menyerah kalah kepada Musa bahkan menyatakan beriman kepada Tuhannya dan kepada kenabiannya serta menjadi pengikut-pengikutnya. Tindakan mereka itu dianggapnya sebagai pelanggaran terhadap kekuasaannya, penentangan terhadap ketuhanannya dan merupakan suatu tamparan bagi kewibawaan serta prestasinya. Ia berkata kepada mereka: "Adakah kamu berani beriman kepada Musa dan menyerah kepada keputusannya sebelum aku izinkan kepada kamu?" Bukankah ini suatu persekongkolan daripada kamu terhadapku? Musa dapat mengalah kamu sebab ia mungkin guru dan pembesar yang telah mengajarkan seni sihir kepadamu dan kamu telah mengatur bersama-samanya tindakan yang kamu sandiwarakan di depanku hari ini. Aku tidak akan tinggal diam menghadapi tindakan khianatmu ini. Akanku potong tangan-tangan dan kaki-kakimu serta akanku salibkan kamu semua pada pangkal pohon kurma sebagai hukuman dan balasan bagi tindakan khianatmu ini."

Ancaman Fir'aun itu disambut mereka dengan sikap dingin dan acuh tak acuh. Karena Allah telah membuka mata hati mereka dengan cahaya iman sehingga tidak akan terpengaruh dengan kata-kata kebathilan yang menyesatkan atau ancaman Fir'aun yang menakutkan. Mereka sebagai-orang-orang yang ahli dalam ilmu dan seni sihir dapat membedakan yang mana satu sihir dan yang mana bukan. Maka sekali mereka diyakinkan dengan mukjizat Nabi Musa yang membuktikan kebenaran kenabiannya tidaklah keyakinan itu akan dapat digoyahkan oleh ancaman apa pun. Berkata mereka kepada Fir'aun menanggapi ancamannya: "Kami telah mendapat bukti-bukti yang nyata dan kami tidak akan mengabaikan kenyataan itu sekadar memenuhi kehendak dan keinginanmu. Kami akan berjalan terus megikuti jejak dan tuntutan Musa dan Harun sebagai pesuruh oleh yang benar. Maka terserah kepadamu untuk memutuskan apa yang engkau hendak putuskan terhadap diri kami. Keputusan kamu hanya berlaku di dunia ini sedang kami mengharapkan pahala Allah di akhirat yang kekal dan abadi."

Bacalah tentang isi cerita di atas dalam surah "Asy-Syu'ara" ayat 32 sehingga ayat 51 juz 19 sebagai berikut :~

"32~ Maka Musa melemparkan tongkatnya, lalu tiba-tiba tongkat itu {menjadi ular}. 33~ Dan ia menarik tangannya {dr dalam saku bajunya} maka tiba-tiba tangan itu menjadi putih {bersinar} bagi orang-orang yang melihatnya. 34~ Fir'aun berkata pembesar-pembesar yang berada di sekelilingnya: "Sesungguhnya Musa itu benar-benar seorang ahli sihir yang pandai, 35~ ia hendak mengusir kamu dari negeri kamu sendiri dengan sihirnya maka karena itu apakah yang kamu anjurkan?" 36~ Mrk menjawab: "Tundalah {urusan} dia dan saudaranya dan kirimlah ke seluruh negeri orang-orang yang akan mengumpulkan {ahli sihir}, 37~ niscaya mereka akan mendatangkan semua ahli sihir yang pandai kepadamu". 38~ Lalu dikumpulkanlah ahli-ahli sihir pada waktu yang ditetapkan di hari yang maklum, 39~ dan dikatakan kepada orang ramai: "Berkumpullah kamu sekalian, 40~ semoga kita mengikuti ahli-ahli sihir, jika mereka adalah orang-orang yang menang". 41~ Maka tatkala ahli-ahli sihir datang , mereka pun bertanya kepada Fir'aun: "Apakah kami sungguh-sungguh mendapat upah yang besar jika kami adalah orang-orang yang menang?" 42~ Fir'aun menjawab: "Ya, kalu demikian, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan menjadi orang yang didekatkan {kepadaku}". 43~ Berkatalah Musa kepada mereka: "Jatuhkalah apa yang kamu hendak jatuhkan". 44~ Lalu mereka menjatuhkan tali-temali dan tongkat-tongkat mereka lalu berkata: " Demi kekuasaan Fir'aun, sesungguhnya kami akan benar-benar akan menang". 45~ kemudian Musa menjatuhkan tongkatnya, maka tiba-tiba ia menelan benda-benda palsu yang mereka ada-adakan itu. 46~ Maka tersungkurlah ahli-ahli sihir sambil bersujud {kepada Allah}, 47~ mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan semesta alam , 48~ yaitu Tuhan Musa dan Harun". 49~ Fir'aun berkata: "Apakah kamu sekalian beriman kepada Musa sebelumaku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya dia benar-benar pemimpinmu yang mengajar sihir kepadamu, maka kamu nanti pasti benar-benar akan mengetahui {akibat perbuatanmu}, sesungguhnya aku akan memotong tanganmu dan kakimu dengan bersilangan dan aku akan menyalibmu semuanya". 50~ Mereka berkata: "Tidak ada kemudharatan {kepada kami}, sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami, 51~ sesungguhnya kami amat menginginkan bahwa Tuhan kami akan mengampuni kesalahan kami, karena kami adalah orang-orang yang pertama sekali beriman." {Asy-Syu'ara : 32 ~ 51 }

Jama ah